ANALISIS

Bayang-Bayang Soeharto di Balik Beringin Partai Berkarya

RZR | CNN Indonesia
Senin, 12 Mar 2018 07:27 WIB
Partai Berkarya besutan Tommy Soeharto dinilai berusaha mengidentikkan diri dengan Soeharto dan Golkar selama 32 tahun Orde Baru menguasai Indonesia.
Partai Berkarya besutan Tommy Soeharto dinilai berusaha mengidentikkan diri dengan Soeharto dan Golkar selama 32 tahun Orde Baru menguasai Indonesia. (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan)
Jakarta, CNN Indonesia -- Partai Berkarya pimpinan anak mantan Presiden Soeharto, Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto telah ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai peserta Pemilu 2019.

Parpol ini resmi mengantongi nomor urut 7 untuk berkontestasi di Pemilu tahun depan. Berkarya merupakan fusi dari dua partai politik, yakni Partai Beringin Karya dan Partai Nasional Republik.

Partai ini hadir untuk menjadi 'penawar rindu' kalangan Soehartois. Semangat militansi Soehartois menjadi pegangan Berkarya sebagai alternatif pilihan partai politik yang meramaikan Pemilu 2019.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam wawancara dengan CNNIndonesia.com beberapa waktu yang lalu, Ketua Umum Partai Berkarya, Neneng Anjarwaty Tuti mengatakan bahwa Berkarya didirikan Tommy untuk meneruskan perjuangan Soeharto berkarya di Indonesia.

Pengamat politik Universitas Negeri Jakarta, Ubedillah Badrun menilai Partai Berkarya sedang mencoba melekatkan dirinya dengan nilai-nilai Orde Baru untuk meraih dukungan para pendukung dan simpatisan Soeharto di Pemilu 2019.

Ia melihat persamaan itu dengan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang kini telah berganti nama menjadi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang berusaha menarik suara loyalis dan pendukung gagasan Proklamator Indonesia, Sukarno untuk meraih dukungan bagi partai tersebut.

"Kalau dilihat, Partai Berkarya ini memang ingin menghidupkan nilai-nilai dan meraih loyalitas dari pendukung Soeharto dan orang-orang loyalis Soeharto itu kan ada, apapun yg dilakukan Soeharto tetap dianggap baik," kata Ubedillah saat dihubungi Sabtu (10/3).

Menurutnya, ada beberapa karakteristik Partai Berkarya sangat melekatkan dirinya dengan Orde Baru untuk meraih simpati pemilih.

Pertama, kata dia, faktor pencitraan partai melalui modal kekuasaan simbolik yang memasang Tommy Soeharto sebagai representasi dari partai tersebut untuk meraih segmen pemilih loyalis Soeharto.

"(Tommy Soeharto) itu bagaimana partai ini sedang mencitrakan dan menghidupkan modal simbolik diri yang dilekatkan pada Orde Baru dan Soeharto," kata Ubedillah.

Kedua, kata Ubedillah, parpol ini berusaha mengidentikan diri dengan Partai Golkar yang merupakan partai berkuasa selama Soeharto memimpin Indonesia 32 tahun.

Ia melihat Partai Berkarya cenderung menarik dukungan dari simpatisan Partai Golkar dengan memakai warna serba kuning dan menggunakan logo pohon Beringin.

"Dengan cara itu mereka berharap bahwa loyalis Soeharto yang kecewa dengan Golkar itu akan beralih ke Partai Berkarya," kata dia.

Ketiga, Partai Berkarya yang ingin menjaring loyalis Soeharto dengan menggembor-gemborkan program yang pernah dilaksanakan Orde Baru ke dalam rencana kerja parpol.

Ubedillah menilai Partai Berkarya mengusung trilogi pembangunan Orde Baru yang terdiri dari stabilitas nasional dinamis, pertumbuhan ekonomi tinggi, dan pemerataan pembangunan hanya demi pencitraan semata karena tak adaptif dengan perkembangan zaman.

Semangat program Orde Baru yang digunakan partai ini terkonfirmasi ketika Ketua Umum Partai berkarya, Tommy Soeharto mengatakan saat pidato pembukaan Rapimnas Partai Berkarya pada Sabtu (10/3) yang ingin mengusung semangat pembangunan Orde Baru.

"Kalau program yang terkait dengan ekonomi padat karya kelompok petani dan lainnya itu mungkin masih laku. Tapi kan mereka harus bisa membaca program-programnya dan disesuaikan tuntutan zaman," kata Ubedillah.

Presiden RI ke-2 Soeharto. (Dok. Istimewa).
Selain modal citra Tommy Soeharto sebagai anak penguasa Orde Baru, Ubedillah mengatakan modal finansial juga dimiliki oleh Partai Berkarya berkat gurita bisnis Tomy Soeharto.

Tak heran jika parpol ini berhasil memenuhi persyaratan sebagai peserta Pemilu 2019 oleh KPU.

Diketahui, Tommy merupakan pengusaha kakap dengan bendera PT Humpuss yang memiliki banyak anak perusahaan di berbagai bidang usaha seperti properti, konstuksi, dan ekplorasi minyak.

Tak hanya itu, Tommy juga menjadi salah satu pemegang saham di perusahaan mobil sport Italia Lamborghini. Menurut data Securities and Exchange Commission dia juga memiliki saham di berbagai perusahaan lainnya.

Pada 2016, nama Tommy Soeharto tercatat berada dalam daftar "150 Orang Terkaya Asia" yang dirilis The Globe Asia.

"Saya lihat kebanyakan Partai Berkarya itu tak punya ideologi tapi punya materi. Nah mereka diberikan modal uang itu, jika patron partai masih bisa memastikan aliran dana bisa jalan sampai tahap bawah itu, saya pikir loyalitas tetap jalan," kata dia.

Bayang-bayang Soeharto


Ubedillah pesimis Partai Berkarya bisa meraih kemenangan dan suara di atas empat persen pada Pemilu 2019 mendatang. Dia menganggap Partai Berkarya tak akan bisa 'bicara banyak' ke depan.

Alasannya, tak semua masyarakat bersimpati terhadap konsep partai tersebut yang ingin mengembalikan nilai-nilai Orde Baru dan hanya memiliki segmentasi sebatas loyalis dan pengagum Soeharto.

Terlebih lagi, selama 32 tahun Soeharto menjabat identik dengan pemimpin yang antidemokrasi alias otoriter dan masih memiliki persoalan pelanggaran Hak Asasi Manusia di beberapa daerah yang belum terselesaikan.

"Hanya menggunakan nama Soeharto itu berpotensi untuk tidak dipilih masyarakat, karena tak semua orang suka dengan Soeharto yang (dianggap) diktator dan otoritarianisme,", kata dia.

Selain itu, Ubedillah mengatakan Partai Berkarya belum pernah memaparkan program politiknya secara gamblang ke publik dan belum menawarkan program secara nyata. Mereka dinilai hanya menawarkan citra sebagai parpol bentukan anak Soeharto.

"Saya lihat belum kelihatan (program nyatanya), jadi di permukaan belum ada hal yang bisa dilihat dari Partai Berkarya," pungkasnya.

Senada dengan Ubedillah, Peneliti Lembaga Ilmu Penelitian Indonesia (LIPI), Wasisto Raharjo Jati mengatakan peluang Partai Berkarya di Pemilu 2019 kecil kemungkinannya untuk meraih kemenangan, bahkan tembus mengirimkan kadernya ke duduk di parlemen.

Hal itu tak lepas dari bayang-bayang Soeharto yang identik dengan gaya kepemimpinan otoriter saat memimpin Indonesia.

Menurutnya, masyarakat Indonesia kini mulai cerdas dan mulai berfikir untuk beranjak ke masa depan dengan pola baru yang lebih demokratis.

"Satu sisi masyarakat kita mulai beranjak dari romantisne Orde Baru dengan menatap pola baru yang lebih demokratis," kata Wasisto saat dihubungi CNNIndonesia.com pada Jumat (9/3).

Selain itu, tak hanya dikenal sebagai anak Soeharto, masyarakat juga menilai sosok Tomy Soeharto pernah memiliki segudang perkara hukum di masa lalu.

Salah satu kasus yang terkenal adalah Tommy menjadi dalang intelektual kasus penembakan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita pada 2001 silam. Saat itu Tommy dipenjara 15 tahun karena terbukti sebagai otak atas pembunuhan tersebut.

"Sosok Tommy itu kan dikenal publik sebagai anak penguasa Orba (Soeharto) yang otoriter, dan juga dia banyak kasusnya, kecillah peluangnya," kata Wasisto.

Tak hanya itu, Wasis juga menilai bahwa program kerja Partai Berkarya dinilai masih sumir dan tak jelas untuk memecahkan persoalan bangsa saat ini. Berbagai program-program Orde Baru yang digembor-gemborkan oleh partai ini tak akan laku untuk meraih pemilih di Pemilu 2019 mendatang.

"Dagangan politik Orde Baru itu tidak akan pernah cocok untuk di masa mendatang, karena kita sekarang menghendaki zaman berbeda yang lebih demokratis," kata dia.

Ketua Dewan Pembina Partai Berkarya, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto. (CNN Indonesia/Andry Novelino).
Wasisto menegaskan bahwa apa yang ingin dibawa oleh Partai Berkarya saat ini tak menawarkan sesuatu yang baru.

Partai ini dinilai ingin membawa wajah romantisme lama Orde Baru yang buruk dan penuh kekerasan yang jelas tak kapabel dengan kondisi Indonesia saat ini.

"Partai berkarya itu tidak menawarkan sesuatu yang baru, malah menunjukan sesuatu yang lama. Kalau nereka mau balik ke zaman Orde Baru, ya kita balik lagi ke zaman kekerasan yang terstruktur," ujar dia.

Bantah Kembali ke Orde Baru


Ketua Dewan Pembina Partai Berkarya Tommy Soeharto membantah kehadiran partainya untuk membawa Indonesia kembali ke Orde Baru. Menurut dia, pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden ke-2 Soeharto itu kini telah menjadi bagian dari sejarah.

"Mengenai konsep kembalinya Orde Baru segala macam, saya kira seperti yang saya sampaikan beberapa waktu lalu, bahwa kembali Orde Baru itu enggak mungkin, karena itu bagian dari sejarah," kata Tommy di sela-sela Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) ke-III Berkarya di Solo, Jawa Tengah, Minggu (11/3).

Meskipun demikian, kata Tommy ada sejumlah hal positif yang dilakukan Orde Baru akan diadopsi oleh Partai Berkarya. Tommy cukup akrab dengan Orde Baru karena dirinya adalah putra bungsu Soeharto.

Tommy mengatakan salah satu yang bisa diadopsi dari kepemimpinan sang ayah adalah konsep Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita), yang mulai berlangsung sejak 1969 sampai 1994.

"Tapi yang ingin kami kembangkan dan lanjutkan adalah hal-hal yang baik dilakukan di Orde Baru, seperti Repelita," tuturnya. (osc/gil)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER