Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat mengubah Peraturan KPU (PKPU) terkait mekanisme pergantian calon kepala daerah yang terjerat kasus korupsi.
Dalam Pasal 78 PKPU Nomor 3 tahun 2017 tentang Pencalonan Pilkada 2018, pergantian calon kepala daerah hanya bisa dilakukan jika yang bersangkutan berhalangan tetap. Artinya, pihak yang dimaksud telah meninggal dunia dan tidak mampu bertugas secara permanen.
Menurut Titi, KPU dapat mengubah PKPU dengan menambah pengertian dari frasa 'berhalangan tetap' itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dengan menerjemahkan 'berhalangan tetap', termasuk calon yang berada dalam penahanan aparat penegak hukum," kata Titi melalui pesan singkat, Jumat (16/3).
Menurut Titi, calon kepala daerah yang ditahan aparat penegak hukum juga tidak bisa menjalankan tugasnya secara permanen. Seperti halnya meninggal dunia atau sakit yang parah. Oleh karena itu, alasan penahanan dapat dimasukan ke klausul berhalangan tetap dalam PKPU yang baru.
Titi juga mengatakan ada opsi lain agar calon kepala daerah yang ditahan penegak hukum dapat diganti di tengah-tengah rangkaian pilkada. Opsi lain yang dimaksud sama dengan yang diucapkan Wakil Ketua KPK Saut Sitomorang yakni penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu).
Selain itu, Titi juga mengatakan revisi terbatas Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang pemilihan kepala daerah juga dapat menjadi opsi berikutnya.
"Tapi butuh waktu dan komitmen kuat dari semua pihak yang berkepentingan," ucapnya.
Menanggapi usul Titi, Ketua KPU, Arief Budiman mengatakan pihaknya tidak akan langsung mengubah PKPU begitu saja agar calon kepala daerah dapat diganti ketika ditahan aparat penegak hukum.
Menurutnya, KPU perlu melakukan kajian mendalam terlebih dahulu terutama merujuk kepada Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
Dia menegaskan PKPU merupakan turunan dari undang-undang. Oleh karena itu, isi dari PKPU tidak boleh melangkahi undang-undang yang bersangkutan.
Jika PKPU mengatur hal yang tidak ada dalam undang-undang, maka PKPU tersebut berpotensi digugat ke Mahkamah Konstitusi. Akibat terburuknya, PKPU dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.
"Ketika PKPU di
judicial review bisa kalah kalau kita enggak punya argumentasi yang kuat, jadi KPU belum ambil sikap soal itu," katanya.
(pmg)