Nurhayati, pelapak sayur di Pasar Rumput mengingat benar kejadian di Minggu kelabu tersebut karena saat itu Tarminah sedang belanja di lapaknya.
Dia mengaku tak memiliki firasat apapun saat Tarminah mendatangi lapaknya. Nurhayati memperlakukan Tarminah seperti calon pembeli lainnya.
Tarminah datang bersama seorang wanita yang belakangan diketahui sebagai tetangganya bernama Rodiyah. Di pagi nahas itu, Tarminah membeli sejumlah sayuran dalam jumlah cukup banyak.
Nurhayati mengaku baru sempat melayani sebagian barang yang dibeli Tarminah.
"Beli cabe keriting seons, beli rawit seons, beli bawang merah seons, beli bawang putih beberapa," kata Nurhayati saat ditemui
CNNIndonesia.com di lapaknya, Senin (19/3) pagi.
Transaksi yang sedang berlangsung itu tiba-tiba berubah menjadi peristiwa mengerikan. Sebuah besi berukuran 3 meter jatuh dan menimpa kepala Tarminah.
"Belum selesai belanjanya,
udah kejadian," tutur Nurhayati dengan mata berkaca-kaca, masih membayangkan kejadian yang terjadi di depan matanya itu.
"Awalnya saya kira bambu, karena di atas kepala saya memang ada bambu buat tenda. Tahu-tahunya setelah niban si ibu itu (Tarminah), besi itu bunyi, baru saya sadar kalau itu besi," kata Nurhayati melanjutkan.
Orang ramai langsung mendatangi lapak Nurhayati segera setelah kecelakaan terjadi. Beberapa warga langsung berinisiatif melarikan Tarminah ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM).
Tak diketahui kapan tepatnya Tarminah mengembuskan nafas terakhir. Namun Nurhayati menduga korban tewas di lokasi kejadian, tak lama setelah tertimpa besi.
Niat Meriung
Tarminah sendiri dikenal sosok yang akrab dengan para tetangga.
Di rumahnya di kawasan Tambak, dia hanya tinggal berdua bersama ibunya yang sudah pikun. Kedua anak Tarminah sudah menikah dan tinggal terpisah. Tarminah cukup aktif mengikuti kegiatan di lingkungan rumahnya.
Muhammad Yoga Hidayat (28), anak Tarminah menyebut ibunya cukup aktif mengikuti kegiatan di lingkungan rumah.
"Ikut PKK, pengajian juga," kata Yoga kepada
CNNIndonesia.com.
Pada hari nahas itu, Yoga menuturkan ibunya sengaja pergi ke Pasar Rumput yang relatif jauh dari rumahnya untuk membeli bahan-bahan makanan. Yoga mengatakan ibu berencana memasak untuk dimakan bersama para tetangganya.
"Waktu meninggal itu kan lagi belanja buat makan rame-rame. Bukan rame-rame sama keluarga, tapi rame-rame sama
temen-temennya. Aktif di pengajian juga, PKK juga. Makanya mau makan sama
temen-temennya yang orang belakang (tetangga)," ujar Yoga.
Niat baik Tarminah itu urung kesampaian. Adapun Rodiyah yang mendampingi Tarminah, hingga saat ini masih belum bisa memberikan keterangan.
Rodiyah disebut-sebut masih
shock akibat peristiwa yang terjadi tepat di dekatnya itu.
"Dia (Rodiyah) masih suka jerit-jerit sendirian," kata seorang tetangga Tarminah.
Momok InfrastrukturTarminah bukan korban pertama yang jatuh akibat pengerjaan proyek infrastruktur.
Catatan
CNNIndonesia.com sejak akhir 2017 hingga 2018 ada sekitar enam kecelakaan dalam proyek infrastruktur baik yang digarap pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Oktober 2017, sebuah tiang proyek LRT di kawasan Kepala Gading, Jakarta Utara, ambruk. Tidak ada korban jiwa dalam insiden itu. Namun tak lama berselang, pagar beton pembatas jalur MRT terjatuh di Kawasan Wijaya, Jakarta Selatan, mengakibatkan satu orang terluka.
Awal Januari 2018, sebuah girder proyek tol Desari di TB Simatupang, Jakarta Selatan, ambruk. Dan di bulan yang sama, konstruksi tiang beton LRT di Pulo Gadung, Jakarta Timur, ambruk mengakibatkan lima orang terluka.
Kecelakaan dalam proyek itu terus berlanjut. Tepatnya pada 4 Februari, ketika empat orang tewas akibat ambruknya crane dalam proyek rel dwiganda di Jatinegara, Jakarta Timur.
Selanjutnya, seorang wanita tewas setelah tertimbun longsor akibat tembok perimeter di luar underpass kereta Bandara Soekarno Hatta ambruk.
Sebagian rentetan kejadian itu membuat publik bertanya-tanya soal keamanan pengerjaan proyek itu. Spekulasi pun berkembang.
Pemerintah, dalam hal ini Presiden Joko Widodo, dituding
memaksakan pembangunan proyek agar bisa selesai pada 2019 atau saat Pemilu Presiden. Tujuannya agar bisa menjadi bukti kinerja pemerintah kepada publik yang otomatis dapat terpilih lagi di Pilpres 2019.
Sorotan ini memaksa pemerintah mengeluarkan kebijakan
moratorium pembangunan proyek jalan layang (elevated) di seluruh Indonesia, terhitung sejak 20 Februari lalu.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono tak mengungkit soal politik dalam kebijakan ini.
Ia menyatakan penghentian sementara dilakukan murni karena seringnya kecelakaan dalam proyek-proyek elevated. Total sebanyak 14 kecelakaan terjadi selama dua tahun terakhir, delapan di antaranya terjadi pada lima bulan terakhir.