Pemerintah Diminta Hentikan Diplomasi Ganda Hukuman Mati

DHF | CNN Indonesia
Selasa, 20 Mar 2018 07:31 WIB
Indonesia dinilai menerapkan diplomasi ganda. Satu sisi menerapkan hukuman mati, namun juga wajib menolong warganya yang terancam hukuman mati di negara lain.
Ilustrasi. (ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari)
Jakarta, CNN Indonesia -- Organisasi pemerhati tenaga kerja Indonesia di luar negeri, Migrant Care meminta pemerintah menghentikan diplomasi ganda terhadap isu hukuman mati.

Ketua Pusat Studi Imigrasi Migrant Care Anis Hidayah menjelaskan diplomasi ganda yang dimaksud yaitu di satu sisi Indonesia masih menerapkan hukuman mati, namun di saat yang sama juga berkewajiban menolong warga negaranya yang terancam hukuman mati di luar negeri.

"Ini akan jadi hambatan untuk Pemerintah Indonesia ketika mengupayakan pembebasan bagi warga negara kita yang terancam hukuman mati di berbagai negara," ujar Anis saat ditemui di kantor Migrant Care, Senin (19/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Anis mengatakan saat ini banyak negara sudah meninggalkan hukuman mati dalam sistem pemidanaan. Hukuman mati dianggap melanggar hak asasi manusia dan tidak ada bukti konkret efektivitas hukuman mati.

"Misalnya peredaran narkoba tidak berkurang dengan menembaki orang. Tetap saja sekian ton yang masuk," ujarnya.

Di era pemerintahan Presiden Joko Widodo, sudah dilakukan tiga kali eksekusi mati dilakukan dengan total delapan belas orang jadi korban. Mereka adalah terpidana mati dari kasus peredaran narkoba.


Meski begitu peredaran narkoba tetap ditemukan. Beberapa kasus di antaranya melibatkan selebriti, seperti Fahri Albar, Dhawiya Zaida, dan Roro Fitria.

Peredaran narkoba yang diungkap Badan Narkotika Nasional beberapa waktu terakhir juga dalam jumlah fantastis. Misalnya temuan di perairan Batam sebanyak 1,037 ton pada Rabu (7/2) dan 1,6 ton pada Selasa (20/2).

Anis juga menyampaikan hukuman mati bisa diganti dengan pidana hukuman seumur hidup seperti yang berlaku saat ini. Hal ini, menurutnya memberi kesempatan bagi semua pihak untuk berbenah diri.


Menurutnya terpidana diberi kesempatan untuk introspeksi diri. Selain itu, jika ada proses hukum yang keliru, terpidana masih bisa memperjuangkannya lewat banding atau peninjauan kembali. Hal yang tidak bisa dilakulan jika terpidana sudah dieksekusi mati.

"Jadi lebih beradab hukum kita, membantu mengembalikan orang yang pernah salah jadi lebih baik," ujarnya. (pmg)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER