Jakarta, CNN Indonesia -- Terdakwa Basuki Tjahja Purnama alias Ahok tidak bisa lagi mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas kasus penodaan agama.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Katholik Parahyangan Asep Warlan Yusuf mengatakan PK adalah langkah terakhir yang bisa ditempuh seorang terdakwa dalam upaya hukum dan hanya bisa dilakukan satu kali.
"PK itu sekali. Agak susah mengartikan dua kali PK karena PK itu upaya hukum yang terakhir dan luar biasa," kata Asep kepada
CNNIndonesia.com, Selasa (27/3).
Dalam Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 7 Tahun 2014 tentang pengajuan permohonan PK dalam perkara pidana, diatur bahwa PK hanya bisa dilakukan satu kali. Selain itu aturan juga terdapat dalam ketentuan ini diatur dalam Pasal 268 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berbunyi "Permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam kasus Ahok, Asep menilai tidak mungkin bisa dilakukan PK di atas PK. MA telah menolak PK Ahok terkait kasus penodaan agamanya.
"Dan untuk kepastian hukum, kasasi itu selesai di situ dan PK hanya untuk upaya hukum luar biasa," ungkap dia.
Kata Asep, suatu PK bisa ditolak lantaran novum atau referensi yang diajukan kurang kuat. Biasanya PK yang dikabulkan adalah PK yang jelas-jelas merujuk kepada kekeliruan Hakim.
"Putusan di bawahnya itu amat keliru luar bisa, salah orang, salah pasal yang amat nyata dalam UU itu baru peluang PK-nya dikabulkan," terang dia.
PK Ahok terkait vonis 2 tahun penjara dalam kasus penodaan agama yang dijatuhkan majelis hakim pada Mei 2017, ditolak MA.
Kuasa Hukum Ahok, Fifi Lety Tjahaja mengaku belum menerima salinan putusan terkait penolakan dari MA. Rencananya kuasa hukum akan memberikan tanggapan pada Kamis pekan depan.
(dal)