
Pengamat: Rizieq Shihab Jadi Simbol Oposisi Jokowi
Ihsan Dalimunthe, CNN Indonesia | Kamis, 29/03/2018 10:02 WIB

Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat politik Islam asal Univesitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Zaki Mubarak menyebut imam besar Front Pembela Islam Rizieq Shihab telah menjadi salah satu representasi sekaligus simbol atas ketidakpuasan umat Islam terhadap pemerintahan Joko Widodo.
Status ini didapatkan Rizieq tak lepas dari polarisasi atau keterbelahan politik di masyarakat, dan merebaknya isu kebangkitan politik umat Islam setelah Pilkada DKI Jakarta 2017.
Ditambah lagi, kata Zaki, rentetan peristiwa seperti penangkapan ulama dan pembubaran ormas Islam yang membuat Jokowi dilabeli sebagai pemimpin yang tidak pro terhadap umat muslim di Indonesia.
"Dalam momen polarisasi itulah Rizieq dianggap mampu menjadi simbol kekuatan umat Islam yang tidak puas dengan pemerintah (Joko Widodo) dan yang merasa dizalimi khususnya umat Islam," kata Zaki kepada CNNIndonesia.com.
Menurut Zaki jika kondisi politik di Indonesia stabil, sosok Rizieq tidak akan dianggap sebuah kekuatan. Namun Zaki memprediksi kondisi stabil tersebut tidak akan terjadi hingga Pilpres 2019 mendatang.
"Justru kondisi polarisasi itu meningkat, ya. Itu yang dimanfaatkan oleh beberapa kelompok politik untuk kemudian berharap mendapatkan dukungan setelah bertemu Rizieq," kata Zaki.
Rizieq yang sampai saat ini masih berada di Mekkah, Arab Saudi, memang kerap dikunjungi sejumlah. Imbauan Rizieq soal koalisi partai menghadapi Jokowi bahkan direspons cukup serius oleh sejumlah elite partai.
Tak hanya kelompok di luar kekuasaan, penguasa, khususnya Presiden Joko widodo akhirnya memilih ikut memanfaatkan kondisi sentimen umat Islam yang akan terus memuncak hingga Pilpres itu.
Jokowi beberapa kali menggunakan baju koko dan sarung hingga mengunjungi pesantren-pesantren dan kiai sepuh untuk membuat label sebagai pemimpin yang pro Islam.
Dari fenomena tersebut, Zaki menyebut suara Rizieq akan terus didengar dan akan memudar sendirinya jika kondisi masyarakat tak lagi terfragmentasi.
Zaki mengatakan kemunculan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi dan ulama kondang asal Riau Abdul Somad sebenarnya bisa menjadi figur untuk menyuarakan politik Islam yang tidak terlalu ekstrim. Namun kondisi polarisasi sudah kadung meruncing.
"Tapi kondisi polarisasi ini sudah terlalu runcing dan tidak akan bisa diantisipasi dalam waktu jangka pendek. Jadi harus kembali pada masyarakat dan politikus kita untuk bisa berpolitik secara proporsional," tutur Zaki. (wis)
Status ini didapatkan Rizieq tak lepas dari polarisasi atau keterbelahan politik di masyarakat, dan merebaknya isu kebangkitan politik umat Islam setelah Pilkada DKI Jakarta 2017.
Ditambah lagi, kata Zaki, rentetan peristiwa seperti penangkapan ulama dan pembubaran ormas Islam yang membuat Jokowi dilabeli sebagai pemimpin yang tidak pro terhadap umat muslim di Indonesia.
"Dalam momen polarisasi itulah Rizieq dianggap mampu menjadi simbol kekuatan umat Islam yang tidak puas dengan pemerintah (Joko Widodo) dan yang merasa dizalimi khususnya umat Islam," kata Zaki kepada CNNIndonesia.com.
"Justru kondisi polarisasi itu meningkat, ya. Itu yang dimanfaatkan oleh beberapa kelompok politik untuk kemudian berharap mendapatkan dukungan setelah bertemu Rizieq," kata Zaki.
Rizieq yang sampai saat ini masih berada di Mekkah, Arab Saudi, memang kerap dikunjungi sejumlah. Imbauan Rizieq soal koalisi partai menghadapi Jokowi bahkan direspons cukup serius oleh sejumlah elite partai.
Jokowi beberapa kali menggunakan baju koko dan sarung hingga mengunjungi pesantren-pesantren dan kiai sepuh untuk membuat label sebagai pemimpin yang pro Islam.
Dari fenomena tersebut, Zaki menyebut suara Rizieq akan terus didengar dan akan memudar sendirinya jika kondisi masyarakat tak lagi terfragmentasi.
Zaki mengatakan kemunculan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi dan ulama kondang asal Riau Abdul Somad sebenarnya bisa menjadi figur untuk menyuarakan politik Islam yang tidak terlalu ekstrim. Namun kondisi polarisasi sudah kadung meruncing.
"Tapi kondisi polarisasi ini sudah terlalu runcing dan tidak akan bisa diantisipasi dalam waktu jangka pendek. Jadi harus kembali pada masyarakat dan politikus kita untuk bisa berpolitik secara proporsional," tutur Zaki. (wis)
ARTIKEL TERKAIT

Calon Kepala Daerah yang Stroke di Dalam Tahanan Bisa Diganti
Nasional 1 tahun yang lalu
Demokrat Yakin Ada Poros Ketiga Meski PAN Coba ke Jokowi
Nasional 1 tahun yang lalu
PKS Pastikan Bakal Setia dengan Gerindra Siapapun Calonnya
Nasional 1 tahun yang lalu
Rizieq Shihab Tak Pernah Menyebut Dukung Prabowo Subianto
Nasional 1 tahun yang lalu
Delapan Provinsi Disebut Jadi Kunci Pencalonan Prabowo 2019
Nasional 1 tahun yang lalu
Prabowo Subianto Pertimbangkan Faktor Kesehatan dan Logistik
Nasional 1 tahun yang lalu
BACA JUGA

Jokowi Mulai 'Gaji Pengangguran' April 2020
Ekonomi • 10 December 2019 19:42
Jokowi Ingin Program 'Gaji Pengangguran' Segera Cair
Ekonomi • 10 December 2019 15:40
Jokowi Tebar 15 Juta Kartu Sembako Murah Tahun Depan
Ekonomi • 10 December 2019 14:44
Jokowi Sebut UMKM RI Kalah dengan Singapura dan Malaysia
Ekonomi • 10 December 2019 15:16
TERPOPULER

Rizieq Shihab Bahas Gus Muwafiq dan Potensi Pemurtadan Massal
Nasional • 1 jam yang lalu
Tolak DWP, Gerakan Pemuda Islam Bakal Demo Balai Kota
Nasional 1 jam yang lalu
Airlangga Tunjuk Bamsoet Jadi Wakil Ketua Umum Golkar
Nasional 2 jam yang lalu