Jakarta, CNN Indonesia -- Di tengah terpaan debu dan gelapnya malam Jakarta, beberapa pengemudi ojek konvensional masih terlihat setia menunggu penumpang di pangkalan mereka depan Mall of Indonesia, Kelapa Gading, Jakarta Utara.
Pandangan mata
CNNIndonesia.com tertuju pada salah seorang pengemudi ojek konvensional. Pengemudi ojek tersebut menggunakan jaket salah satu perusahaan ojek
online. Namun ia pakai secara terbalik sehingga sekilas terlihat seperti jaket hitam biasa.
Pria itu biasa dipanggil Ojiy. Dia dulunya berprofesi sebagai tukang ojek pangkalan. Kini dia menjalani sebagai pengemudi ojek
online sekaligus ojek pangkalan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Iya mas saya awalnya opang (ojek pangkalan), kemudian saya menjadi ojek
online. Sekarang saya kembali menjadi ojek pangkalan," kata Ojiy kepada
CNNIndonesia.com.
Masalah pendapatan menjadi alasan Ojiy menyambi keduanya, pengemudi ojek pangkalan sekaligus ojek
online. Ia tidak bisa bergantung pada pendapatan sebagai pengemudi ojek online. Begitu juga sebaliknya, penghasilan yang ia dapat dari ojek pangkalan tak bisa menjadi pegangan sehari-hari.
Ojiy bercerita pendapatan sebagai pengemudi ojek pangkalan tak beda jauh dengan ojek
online. Yang membedakan, ojek
online memiliki sistem bonus dan insentif. Selain itu pengaplikasian teknologi internet dalam ojek
online, tentu bisa menjaring konsumen lebih banyak daripada ojek konvensional.
"Saya jadi
opang itu sehari Rp100 ribu sampai Rp150 ribu sih
ketutup. Sama saja seperti
ojol, beda dikit, kalau lagi malas Rp80 ribu, kalau lagi rajin bisa dapat Rp150 ribu. Tapi kan di
ojol ada bonus dan insentif juga," kata Oji.
Selain soal perbedaan pendapatan, pria berusia 42 tahun yang sudah menjadi tukang ojek selama 20 tahun ini juga bercerita mengenai ojek
online yang kian hari dia anggap kian semena-mena.
Kesemena-menaan itu, menurut Ojiy karena perubahan sistem dari pihak aplikator secara sepihak. Ojiy merasakan perubahan sistem pada tahun lalu, dua bulan setelah mendaftar sebagai pengemudi ojek online.
Saat itu, ia merasa perusahaan ojek
online sebagai operator tiba-tiba mengubah tarif dan bonus yang justru merugikan pengemudi. Karena dasar itu, dia kemudian berhenti sebagai pengemudi ojek
online.
"Saya tidak suka dengan tindakan aplikator yang semena-mena mengubah tarif atau bonus," ujar dia.
Ojiy menjelaskan rinci aplikator melakukan penurunan tarif tanpa pemberitahuan, padahal sebelumnya selalu ada pemberitahuan setiap ada kebijakan penurunan tarif.
Selain itu ada juga perubahan sistem bonus. Awalnya pengemudi harus memenuhi syarat jumlah pelanggan untuk mendapat bonus, kini berubah syaratnya menjadi jumlah kilometer yang ditempuh.
"Tadinya per orang (konsumen) buat bonus, sekarang perkilometer bonusnya. Tarif per kilo juga saya bingung, dulu ada pemberitahuan lewat pesan singkat, sekarang turun ya turun saja tarifnya," kata Ojiy.
Pria asli Betawi ini menyebut alasan lain ia berhenti sebagai pengemudi ojek
online karena merasa aplikator tidak memikirkan nasib para pengemudinya di lapangan. Tindakan semena-mena tersebut tercermin dari penurunan tarif dan penentuan promo sesuka hati aplikator.
"Bayangkan kalau dari Gading ke Pantai Indah Kapuk hanya Rp 20 ribu. Isi bensin saja bisa Rp15 ribu. Gila kata saya. Bisa pingsan di jalan dong
driver-nya. Sudah begitu dipotong juga sama promo. Ya kami makan apa? Makan angin?," ungkap Oji menggebu-gebu.
Pria dua anak ini lantas menyebut istilah karyawan atau mitra yang disematkan oleh aplikator kepada pengemudi tak lebih sekadar status. Karena di sisi lain, perusahaan justru seperti tak memikirkan nasib para mitranya.
"Narik cuma buat kasih makan orang aplikator. Kita kan bekerja begini supaya bisa buat kasih makan anak istri juga. Jangan mereka (aplikator) makmur, kita (pengemudi) modar," cetus Ojiy.
 Demo ribuan pengemudi ojek online, Selasa (27/3) di depan Istana Negara. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono). |
Harap Tuntutan DirealisasikanUsai berhenti dari ojek
online selama tiga bulan, Ojiy kembali lagi menjadi pengemudi ojek
online, tanpa melepaskan statusnya sebagai ojek pangkalan. Dia menegaskan, penghasilan merupakan alasan utama dia menjalani dua profesi ini.
Ada plus minusnya antara ojek pangkalan dan ojek
online.
Ojiy menyebut keuntungan sebagai pengemudi ojek konvensional, yakni pengemudi bisa menentukan tarif perjalanan yang dinegosiasikan langsung dengan penumpang. Berbanding terbalik dengan pengemudi ojek
online yang tarifnya ditentukan sesuka hati oleh aplikator.
Di sisi lain ada kerugian sebagai pengemudi ojek konvensional, dalam hal ini memakan waktu lama untuk mendapatkan pelanggan. Berbeda dengan ojek
online yang berada dalam jaringan internet, akan lebih mudah mendapat konsumen.
"Kalau sebagai
opang saya yang
nentuin tarif sama penumpangnya. Kalau di
online saya tidak bisa menentukan, dari operator saya ditentuinnya, operator yang seenaknya itu. Bedanya, kalau
opang itu mau mencari penumpang saja sampai menunggu sejam, dua jam baru bisa dapat tarikan," kata Ojiy.
Di samping itu, ia mengakui menjadi pengemudi ojek
online bisa mendapat keuntungan lain berupa bonus untuk menambah penghasilan. Namun lagi-lagi, sistem bonus juga mulai diubah oleh aplikator. Perubahan ini yang dianggap malah memberatkan pengemudi.
"Bonus sekarang (dihitung) per kilometer," ujar dia.
Saat ini tarif per kilometer ojek dalam jaringan sekitar Rp1.600. Tarif rendah ini yang menjadi tuntutan ribuan pengemudi ojek
online saat berunjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta, Selasa (27/3).
Mereka menyampaikan usulan soal tarif baru kepada perusahaan. Mereka berkeras kenaikan tarif harus terjadi. Tarif yang mereka inginkan antara Rp3.500 sampai Rp4.000 perkilometer.
Perwakilan ojek
online pun sudah diterima Presiden Jokowi yang kemudian menunjuk dua menterinya, yakni Menhub Budi Karya Sumadi dan Menkominfo Rudiantara untuk mengurus dan menyelesaikan permasalahan yang jadi tuntutan para pengemudi ojek
online.
Mengenai unjuk rasa itu, Ojiy pun berharap agar pemerintah bisa merealisasikan tuntutan tarif Rp4.000 perkilometer.
Menurutnya, naiknya tarif perkilometer ojek
online juga akan memberi kesempatan bagi ojek pangkalan. Artinya, tarif antara ojek pangkalan dan ojek
online tidak terlalu berbeda jauh sehingga akan membuat persaingan sehat. Penghasilan antara ojek pangkalan dan ojek
online pun bisa setara.
"Kalau saya meminta mudah-mudahan aspirasi dari yang pada demo itu tolong diusahakan. Per kilometer Rp4.000, tapi ya Rp3.000 per kilometer juga tidak apa," ujar Ojiy.
Lebih dari itu, ia berharap agar pemerintah mendorong para aplikator ojek
online dapat memperhatikan kesejahteraan para pengemudi.
Dalam hal ini, diharapkan pemerintah bisa menekan para aplikator untuk tidak menerapkan sistem yang bisa 'mencekik' para pengemudi
online. Misalnya soal syarat bonus yang justru memberatkan para pengemudi, maupun pemberlakuan promo potongan tarif yang hanya menguntungkan konsumen.
"Intinya pikirkan kami (pengemudi) yang selalu dirugikan dengan tarif rendah dan potongan promo. Kita kan sama-sama cari uang juga," terang Oji sambil berlalu untuk kembali bekerja.
(osc/wis)