Jakarta, CNN Indonesia -- Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mendesak
Pertamina segera bertanggung jawab atas tercemarnya perairan akibat tumpahan minyak di Teluk Balikpapan, Kalimantan Timur. Pencemaran itu telah memakan lima korban dan mengancam punahnya biota laut.
Dinamisator Jatam Kaltim, Pradarma Rupang mengatakan berdasarkan tinjauan timnya di lapangan dan penuturan warga di sekitar lokasi, sumber minyak diduga berasal dari bocornya pipa minyak milik Pertamina yang melintasi Teluk Balikpapan.
Dia menyebutkan beberapa fakta. Berdasarkan kesaksian masyarakat, tumpahan minyak itu tersebar di lintasan area pipa Pertamina.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, tidak ada kapal tanker yang mengalami tabrakan, terbalik atau robek lambung yang mengakibatkan tumpahnya minyak ke laut. Sementara, pada saat kejadian beberapa kapal yang melintas adalah kapal kargo batubara, bukan tanker.
"Itu hasil tinjauan di lapangan dan berdasarkan keterangan masyarakat. Belakangan akhirnya Pertamina mengakui minyak yang tumpah di Teluk Balikpapan adalah milik mereka," kata Pradarma kepada
CNNIndonesia.com melalui pesan singkat, Kamis (5/4).
Dia menjelaskan, minyak yang tumpah di perairan tersebut akan menyebabkan punahnya ikan, pesut, dan terumbu karang serta menjadi bahan yang berbahaya bagi lingkungan.
"Di perairan lepas pantai dampak tumpahan minyak sebagai B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) menyebabkan kematian massal," katanya.
Selain mengancam habitat laut, tumpahan minyak juga akan mempengaruhi pertumbuhan mangrove serta mengancam habitat burung, seperti camar atau bangau, yang selama ini memakan ikan di kawasan itu.
Sementara di sisi ekonomi masyarakat, nelayan kehilangan pendapatannya karena tidak melaut dalam waktu yang panjang. Kalaupun melaut, mereka harus berlayar sejauh 3-4 mil dari kawasan pesisir. Hal ini akan menambah biaya bahan bakar.
Pradarma mengatakan, Pertamina harus mempertanggungjawabkan kerusakan lingkungan akibat kecerobohannya. Sesuai UU PPLH No.32 Tahun 2009, ada tindak pidana terkait ini terlebih 5 orang meninggal karena kejadian itu.
Tanggung jawab lain yang harus dilakukan Pertamina, menurutnya yaitu mengganti seluruh kerugian yang diderita warga Balikpapan, baik dari sisi ekonomi maupun kesehatan.
Pertamina juga dituntut membersihkan dan memulihkan seluruh pesisir pantai, Teluk Balikpapan dan PPU dari tumpahan minyak.
Jatam menyatakan pemerintah harus bertindak tegas agar hal serupa tidak terulang lagi. Jatam juga mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Dinas Lingkungan Hidup Balikpapan serta pihak terkait lainnya segera menangani persoalan ini.
"Segera melakukan penyelidikan menyeluruh dan diharapkan nanti hasilnya diumumkan secara terbuka ke publik untuk selanjutnya di proses secara hukum," tegas Pradarma.
Menurutnya, kejadian serupa pernah terjadi pada 2004. Saat itu tumpahan minyak dari Perusahaan Total E & P Ind. membuat nelayan Balikpapan tidak dapat melaut dalam jangka waktu yang cukup panjang.
Kejadian yang sama juga terjadi pada Mei 2017. Tumpahan minyak diduga sumber minyak berasal dari pipa Pertamina dan mencemari kawasan perairan Balikpapan.
Sementara itu Manajer Komunisasi dan CSR Regional Kalimantan Pertamina Yudi Nugraha mengakui bahwa tumpahan minyak itu berasal dari kebocoran pipa milik mereka. Pipa yang bocor adalah penyalur minyak mentah dari Terminal Lawe-lawe di Penajam Paser Utara ke Kilang Balikpapan.
Menurutnya, satu dari dua pipa minyak mentah yang mengantarkan minyak ke kilang Balikpapan mengalami pergeseran sekitar 100 meter dari posisi awal di dasar Teluk Balikpapan. Pergeseran tersebut akibat kekuatan dari luar.
"Saat ini masih diselidiki kekuatan luarnya berupa apa," ujar Yudi saat dihubungi
CNNIndonesia.com, Rabu (4/4).
Dengan diameter 20 inchi dan ketebalan 12 milimeter, pipa minyak mentah bisa beroperasi lebih dari 40 tahun. Saat ini, umur pipa tersebut baru 20 tahun dan rutin mendapatkan pemeriksaan berkala.
Kerusakan pada pipa mengakibatkan aliran minyak ke kilang Balikpapan terganggu. Pasalnya, perseroan langsung menutup penyaluran minyak mentah dari pipa tersebut. Untuk mengatasinya, perusahaan menggantungkan pada pipa cadangan dan kapal tangker.
Pertamina saat ini masih menghitung total kerugian atas kejadian tersebut.
(pmg/sur)