Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) DKI Jakarta Muhammad Najib Taufieq akan menjawab temuan Ombudsman yang menyebut maladministrasi dalam penerbitan sertifikat hak milik (SHM) dan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) di
Pulau Pari, Kepulauan Seribu.
Najib menyatakan jawaban tersebut akan disampaikan setidaknya 30 hari sejak laporan hasil investigasi Ombudsman diterima BPN DKI Jakarta.
"Iya jadi kalau kami akan melaksanakan apa yang direkomendasikan oleh Ombudsman gitu ya, kita tindaklanjuti dulu dan batasnya kan 30 hari baru akan kita jawab," kata Najib saat dihubungi
CNNIndonesia.com, Selasa (10/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Najib mengaku sedang membicarakan hasil temuan ombudsman itu secara internal bersama dengan pihak Kanwil BPN Jakarta Utara.
Ia mengatakan pihaknya sedang melakukan proses penelaahan dokumen, dan menginvestigasi bila ada kekeliruan dalam proses atau tahapan dalam penerbitan SHM dan SHGB tersebut.
"Kami akan mempelajari dulu, menginvestigasi tahapan pemberian sertifikat itu, sesuai enggak dengan temuan mereka. Kita kan enggak ada masalah," kata pria yang dilantik sebagai Kakanwil BPN DKI Jakarta pada 16 Agustus 2016 tersebut.
Sementara itu, Kepala Seksi Penyelesaian Masalah Pertanahan dan Pengendalian kantor BPN Jakarta Utara, Sri Mulyono mengaku pihaknya telah mengeluarkan 62 SHM dan 14 SHGB di Pulau Pari sesuai dengan prosedur yang berlaku.
"Saya enggak mengerti ya temuan Ombudsman itu, tapi kita sih sudah sesuai prosedur. Standarisasinya dan SOP-nya [untuk mengeluarkan sertifikat]," ujar Sri.
Ia juga mengatakan mekanisme dan standar prosedur operasi dalam proses pengukuran bidang tanah tak perlu diinformasikan kepada masyarakat, atau dalam kasus ini yakni warga Pulau Pari.
Hal itu sekaligus merespon temuan ombudsman yang menyebut pengukuran tanah oleh BPN Jakarta Utara tidak diinformasikan dan tidak diketahui warga Pulau Pari atau yang berbatasan dengan bidang tanah yang diukur.
"Tak ada (pemberitahuan), itu antara pemohon dengan petugasnya, dan penunjukan batas oleh pemohonan sendiri," kata Sri.
 Salah satu andalan wisata Pulau Pari adalah Pantai Pasir Perawan. (ANTARA FOTO/R. Rekotomo) |
Sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan maladministrasi dalam penerbitan sertifikat hak milik (SHM) dan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) di Pulau Pari, Kepulauan Seribu yang diterbitkan Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara.
Selain itu, selama satu tahun sejak 29 Maret 2017, Ombudsman menemukan penerbitan 62 SHM yang tidak sesuai prosedur. Ombudsman menolak membeberkan pemilik dari sertifikat tersebut.
Ombudsman juga menemukan pelanggaran prosedur pada penerbitan 14 sertifikat HGB di Pulau Pari atas nama PT Bumi Pari Asri dan PT Bumi Raya Griyanusa.
Penerbitan SHGB itu dinyatakan telah mengabaikan fungsi sosial tanah, monopoli kepemilikan hak, mengabaikan kepentingan umum dan pemanfaatan ruang, serta melanggar rencana tata ruang dan wilayah Pemprov DKI.
"Kantor Pertanahan Jakarta Utara tidak melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap pemegang SHGB atas nama PT Bumi Pari Asri dan PT Bumi Raya Griyanusa," kata Plt Kepala Perwakilan Ombudsman DKI Dominikus Dalu di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, Senin (9/4).
Temuan maladministrasi itu dirangkum dalam laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP). LAHP telah diserahkan langsung ke Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno, Kakanwil BPN DKI Jakarta, serta Sekretaris Inspektorat Jenderal Kementerian ATR/BPN Made Ngurah.
(kid/gil)