Pulau Pari Dimonopoli, 62 SHM dan 14 SHGB Bermasalah

Mesha Mediani | CNN Indonesia
Senin, 09 Apr 2018 17:56 WIB
Ombudsman meminta Badan Pertanahan Nasional DKI Jakarta mengevaluasi penerbitan 62 SHM dan 14 SHGB yang telah merugikan masyarakat Pulau Pari.
Aksi menolak kriminalisasi nelayan Pulau Pari beberapa waktu lalu. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukan maladministrasi dalam penerbitan sertifikat hak milik (SHM) dan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) di Pulau Pari, Kepulauan Seribu yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kota Administrasi Jakarta Utara.

Sejak pemeriksaan selama satu tahun per 29 Maret 2017, Ombudsman menemukan penerbitan 62 SHM yang tidak sesuai prosedur. Ombudsman menolak membeberkan pemilik dari sertifikat tersebut.

"Akibat penerbitan 62 SHM di Pulau Pari menyebabkan terjadinya monopoli kepemilikan hak atas tanah dan peralihan fungsi lahan," kata Plt Kepala Perwakilan Ombudsman DKI Dominikus Dalu di Gedung Ombudsman RI, Jakarta, Senin (9/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dominikus menjelaskan, proses pengukuran bidang tanah itu tidak diinformasikan dan tidak diketahui oleh warga Pulau Pari atau yang berbatasan dengan bidang tanah yang diukur. Hasil pengukuran juga tidak diumumkan sehingga warga setempat tidak memiliki kesempatan untuk menyatakan keberatan.


Ombudsman juga menemukan pelanggaran prosedur pada penerbitan 14 sertifikat HGB di Pulau Pari atas nama PT Bumi Pari Asri dan PT Bumi Raya Griyanusa. Penerbitan SHGB itu dinyatakan telah mengabaikan fungsi sosial tanah, monopoli kepemilikan hak, mengabaikan kepentingan umum dan pemanfaatan ruang, serta melanggar rencana tata ruang dan wilayah Pemprov DKI.

Pulau Pari Dimonopoli, 62 SHM dan 14 SHGB Langgar ProsedurDominikus Dalu.  (CNN Indonesia/Mesha Mediani)
"Kantor Pertanahan Jakarta Utara tidak melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap pemegang SHGB atas nama PT Bumi Pari Asri dan PT Bumi Raya Griyanusa," kata Dominikus.

Temuan maladministrasi itu dirangkum dalam laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP). LAHP telah diserahkan langsung ke Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional DKI Jakarta Muhammad Najib Taufik, serta Sekretaris Inspektorat Jenderal Kementerian ATR/BPN Made Ngurah.

Penelusuran terhadap penerbitan sertifikat itu bermula dari laporan Forum Peduli Pulau Pari.

Komisioner Ombudsman Alamsyah Saragih mengatakan pihaknya telah melakukan serangkaian pemeriksaan, investigasi ke Pulau Pari, hingga meneliti dokumen-dokumen terkait.

"Semula pelaporan masuk itu berkaitan dengan ada warga merasa tanahnya kok diklaim sebagai HGB dari suatu perusahaan. Kadang-kadang laporan pertama masuk simpel. Kemudian kita turunkan tim untuk melihat, tapi kemudian berkembang. Nggak cuma di HGB-nya tapi juga ada SHM-SHM, jumlahnya setiap hari bertambah," kata Alamsyah.

BPN Harus Evaluasi Penerbitan Sertifikat Pulau Pari

Ombudsman pun meminta BPN DKI Jakarta mengevaluasi penerbitan 62 SHM dan 14 SHGB di Pulau Pari dalam 30 hari ke depan.

"BPN DKI harus membuat keputusan administratif terkait keabsahan proses pendaftaran tanah yang terletak di Pulau Pari terkait dengan nama-nama tercantum dimaksud yang pada saat ini memiliki sertifikat atas tanah di Pulau Pari sebagai bentuk pelayanan publik dan tata kelola pemerintahan yang baik," kata Dominikus.

BPN juga harus mengaudit internal Kantor Pertanahan Jakarta Utara terkait penerbitan sertifikat-sertifikat itu menyusul temuan maladministrasi tersebut.


Ombudsman meminta Pemprov DKI mengembalikan Pulau Pari sebagai kawasan pemukiman penduduk dan nelayan sesuai rencana tata ruang yang tercantum dalam Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030.

"Apabila Pemprov DKI mengembangkan Pulau Pari sebagai kawasan wisata, pembangunan pariwisata tersebut harus mengintegrasikan kepentingan warga Pulau Pari," kata Dominikus.

Ombudsman juga mengingatkan Pemprov DKI untuk menginventarisasi data dan aset warga Pulau Pari, serta melakukan pengukuran dan pemetaan ulang terhadap kepemilikan hak atas tanah di Pulau Pari.

Sandiaga menyebut pihaknya akan menjalankan masukan Ombudsman tersebut. Menurutnya, inventarisasi aset telah sejalan dengan yang dilakukan Pemprov DKI untuk mendapatkan status wajar tanpa pengecualian (WTP) dari BPK.

"Ini sudah jadi temuan BPK bahwa kami harus menata aset-aset yang ada di Kepulauan Seribu," ujarnya.


Selain itu, pihaknya juga berencana mengembangkan ekowisata di Pulau Seribu, termasuk di Pulau Pari. Dia berjanji akan melibatkan masyarakat setempat dalam prosesnya.

"Tentunya laporan ini akan kami konsultasikan. Dan ada beberapa tindakan korektif yang diharapkan oleh Pemprov DKI yaitu bagaimana membangun pariwisata dengab melibatkan masyarakat, bagaimana juga kita bisa memastikan lingkungan hidup di Pulau Pari ini terjaga dengan baik," kata Sandi.

(gil)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER