Jakarta, CNN Indonesia -- Laporan Cyber Indonesia ke polisi soal pernyataan pengajar filsafat Universitas Indonesia
Rocky Gerung saat menjadi narasumber dalam program televisi ke polisi dinilai sebagai pemasungan kebebasan berpendapat.
"Kepolisian semestinya pula tidak gegabah memproses laporan-laporan kasus seperti itu karena kebebasan sesungguhnya hak setiap warga negara yang bisa dinikmati dan bukan dipasung. Pembatasan kebebasan berpendapat akan mematikan nalar kritis warga yang justru dibutuhkan untuk memperkuat dan mendewasakan kita berdemokrasi," demikian keterangan Ketua SETARA Institute, Hendardi yang diterima
CNNIndonesia.com, Kamis (12/4).
Rocky, yang disebutkan Hendardi sebagai salah satu pendiri SETARA Institute itu telah dilaporkan ke Polda Metro Jaya dengan delik penebaran kebencian atas dasar SARA dalam Pasal 28 ayat 2 UU ITE dan delik penodaan agama dalam Pasal 156a KUHP.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rocky Gerung dilaporkan ke polisi karena ucapannya saat menjadi narasumber dalam program televisi. Dalam acara itu Rocky menyebut kitab suci adalah hal yang fiksi. Pelaporan itu dilakukan Ketua Cyber Indonesia, Permadi Arya bersama Sekjen Cyber Indonesia, Jack Boyd Lapian, Rabu (11/4).
 Hendardi. (CNN Indonesia/Bimo Wiwoho) |
"Sejak awal SETARA Institute menganggap bahwa ketentuan-ketentuan di atas adalah bermasalah dan memasung kebebasan dan hak asasi manusia. Kasus Rocky dan juga Ade Armando [pengajar ilmu komunikasi UI], adalah contoh nyata terbaru bagaimana kebebasan berpendapat dipasung dan bisa dikriminalisasi," kata Hendardi.
Serupa Rocky, kemarin Ade pun dilaporkan ke polisi terkait unggahan di laman Facebook pribadinya yang dinilai telah menodakan agama.
Sementara itu, soal Rocky, Hendardi menilai apa yang diutarakan dosen di Fakultas Ilmu Budaya UI itu soal diksi fiksi adalah bagian dari pengetahuan ilmiah yang bisa diuji secara logis dengan ilmu Logika.
"Sebagai pengetahuan, maka Rocky bebas menyampaikannya dan bahkan justru memberikan pencerahan banyak orang yang selama ini melekatkan keburukan dan sifat negatif pada diksi yang netral itu," kata Hendardi.
"Sebagai pengetahuan pula, maka seyogyanya pandangan Rocky cukup dijawab dengan pandangan yang membantahnya bukan dengan pelaporan pidana," sambungnya mengharapkan kondisi ideal yang seharusnya terjadi dalam menanggapi pernyataan Rocky soal kitab suci fiksi.
Hendardi berharap Polri tidak menjadi keranjang sampah laporan-laporan kasus serupa Rocky, apalagi yang disinyalir bermotif politik.
"Polri mesti memiliki pedoman kerja yang rigid dan akuntabel dalam menangani laporan warga. Karena Polri bukan alat konstestasi politik, maka kecermatan menangkap motif pelaporan adalah bagian kunci yang harus menjadi pertimbangan Polri dalam bertindak," ujarnya.
"Jika tidak peka dan presisi dalam bertindak,
trial by the mob akan menjadi pola penegakan hukum di Republik ini."
Sebelumnya, saat ditemui di Mapolda Metro Jaya, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono memastikan pihaknya akan memeriksa pelapor dan dilanjutkan dengan saksi untuk kasus Rocky.
"Namanya ada masalah yang lapor ke Polda Metro Jaya yang tentunya kami terima dengan menanyakan bukti-bukti yang ada, nanti setelah diterima, nanti kami akan melakukan klarifikasi. Artinya, kami minta keterangan kepada pelapor karena masih dalam penyelidikan," ujarnya di Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (12/4).
Jika dianggap memenuhi unsur pidana, pihaknya akan menaikkan proses hukum laporan itu dari penyelidikan ke tahap penyidikan. Jika tidak, penyelidikan akan dihentikan.
(gil)