Jakarta, CNN Indonesia -- Terdakwa kasus e-KTP Setya Novanto membaca puisi sambil menangis menutup sidang pembacaan nota pembelaan atau pleidoi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (14/3).
Setnov membacakan puisi yang berjudul
Di Kolong Meja. Suaranya bergetar dan terdengar lirih menahan emosi.
Puisi itu dibaca Setnov usai menangis meminta maaf kepada istri dan keluarganya karena merasa telah meyusahkan akibat terjerat kasus e-KTP.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu puisi yang bikin Linda Djalil," kata Istri Setnov, Deisti Astriani Tagor kepada
CNNIndonesia.com.Deistri mengatakan puisi tersebut baru dibuat khusus untuk Setnov. Linda Djalil sendiri dikenal sebagai jurnalistik sekaligus penulis.
"Untuk menguatkan Bapak (Setnov) katanya," ujar Deistri.
Berikut adalah puisi yang dibacakan Setnov di akhir pembacaan pleidoinya. Pembacaan dilakukan sendiri oleh Setnov selama 1,5 jam.
Di Kolong Meja'di kolong meja ada debuyang belum tersapukarena pembantu sering pura pura tak tahudi kolong meja ada biangnya debuyang memang sengaja tak disapubersembunyi berlama lamakarena takut dakwaan serumelintas membebani bahudi kolong meja tersimpan ceritaseorang anak manusia menggapai hidupgigih dari hari ke harimeraih ilmu dalam keterbatasanuntuk cita-cita kelak yang bukan semutanpa lelah dan malubersama debu menghirup udara kelabudi kolong meja muncul cerita sukses anak manusiayang semula bersahajaakhirnya bisa diikuti siapa sajakarena cerdas caranya bekerjadi kolong meja ada lantai yg mulus tanpa celaada pula yang terjal bergelombangsiap mengangamenghadang segala cita-citaapabila ada kesalahan membahanakolong meja siap membelahmenerkam tanpa bertanyabahwa sesungguhnya ada berbagai sosok yang sepatutnya jadi sasarandi kolong mejaada pecundangyg bersembunyisembari cuci tangancuci kakicuci mukacuci warisan kesalahanapakah mereka akan senantiasa di sana..dengan mental banci berlumur keringat ketakutandan sesekali terbahak melihat teman sebagai korban menjadi tontonan?'LD, Jakarta 5 April 2018
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Setnov dengan hukuman pidana 16 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidier enam bulan kurungan.
Jaksa juga menuntut agar hakim menjatuhkan pidana tambahan kepada Setnov untuk membayar US$7,4 juta dikurangi uang yang telah dikembalikan sebesar Rp5 miliar subsider 3 tahun. Selain itu, Jaksa juga menuntut agar hakim menjatuhkan pidana tambahanpencabutan hak Setnov dalam menduduki jabatan publik selama 5 tahun.
Setya Novanto didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Setnov dalam pleidoinya merasa diperlakukan tidak adil atas tuntutan 16 tahun penjara. Dia pun membantah sejumlah dakwaan dan mengaku tak terlibat dengan urusan pembagian fee proyek e-KTP untuk anggota DPR.
(gil)