Perlawanan Pembubaran dan Pedang Bermata Dua Vonis HTI

Abi Sarwanto | CNN Indonesia
Senin, 07 Mei 2018 08:59 WIB
Apapun keputusan hakim PTUN DKI Jakarta soal gugatan Hizbut Tahrir Indonesia dinilai bakal menimbulkan dampak dan gejolak di masyarakat.
Massa Hizbut Tahrir Indonesia saat menggelar kegiatan di Jakarta. (REUTERS/Crack Palinggi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Gugatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Pengadilan Tata Usaha Negara memasuki babak penentuan hari ini, Senin (7/5). Majelis hakim akan mengambil putusan terkait keabsahan pencabutan badan hukum HTI yang dilakukan Kementerian Hukum dan HAM.

Juru Bicara HTI Ismail Yusanto menjelaskan usai mengikuti persidangan selama enam bulan terakhir dengan seksama, pihaknya masih mempertanyakan dasar pembubaran setelah menyampaikan argumen, saksi dan ahli serta mendengar keterangan dari pemerintah.

"Dalam kesimpulan kami, ringkasnya, bahwa tidak terlihat atau tidak bisa dihitamkan apa yang menjadi dasar pembubaran HTI. Kalau itu sebuah kesalahan, kesalahan apa? Itu tidak ada. Tidak bisa ditampakkan, tidak bisa dibuktikan," kata Ismail kepada CNNIndonesia.com.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebab, dari gugatan yang bersifat administratif itu, Ismail mengatakan SK Kemenkumham sebagai objek sengketa tidak menunjukkan alasan pencabutan badan hukum HTI.

"Kalau kami melanggar undang-undang, pasal berapa itu, tidak ada," katanya. 

Semula, Ismail memprediksi dasar pencabutan badan hukum HTI termuat dalam konsideran SK dengan menimbang surat dari Menko Polhukam, sebelum organisasi itu resmi dibubarkan. 

Namun, usai diperbolehkan membaca SK Kemenkumham di penghujung persidangan, Ismail mengklaim tidak ada sama sekali dasar pembubaran. 

"Kalau tidak ada, berarti ini sebuah kesewenang-wenangan. Sebuah kesewenang-wenangan itu harus dihentikan, tidak boleh diteruskan," ujar Ismail. 

Dalam arti lain, HTI kata Ismail meminta kepada majelis hakim untuk mencabut SK Kemenkumham atau memenuhi gugatan yang dilayangkan pihaknya.
Perlawanan Pembubaran dan Pedang Bermata Dua Vonis HTIMassa Hibut Tahrir Indonesia. (AFP PHOTO / TIMUR MATAHARI)

"Kami akan jelas mengajukan banding atau mungkin kasasi (kalau putusan menolak gugatan)," katanya.

Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada Satria Aji Imawan mengatakan apapun keputusan yang diambil majelis hakim di PTUN akan memiliki dampak dan risiko yang besar. 

"Jika gugatan diterima, maka pemerintah akan memiliki citra yang buruk di mata masyarakat mengingat tidak sedikit masyarakat yang apresiatif ketika HTI resmi dibubarkan Juli tahun lalu," kata Aji saat dihubungi.

Apalagi, kata dia, jika majelis hakim mengabulkan gugatan maka akan muncul persepsi pemerintah telah melakukan kesewenang-wenangan dalam pembubaran suatu organisasi masyarakat.

Pembubaran melalui pencabutan badan hukum itu dinilai dapat diartikan bahwa pemerintah tengah kalang kabut karena membubarkan HTI tanpa penelusuran secara holistik dan alasan atau dasar hukum yang jelas.

"Dengan fakta adanya peninjauan kembali pascapembubaran HTI dengan Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU-30.AHA.01.08.2017 lalu menunjukkan bahwa pemerintah telah melakukan tindakan spontan yang konsekuensinya harus ditempuh saat ini," katanya. 

Sebaliknya, menurut Aji, jika majelis hakim menolak gugatan HTI, pemerintah bisa mendapat citra positif namun hal tersebut juga berpotensi membuat bom waktu bagi gerakan HTI sendiri. 

Karena, pembubaran HTI kata dia, tidak semata soal aspek legal formal dan administratif, melainkan gerakan dan ideologi.

"Gejolak masyarakat bisa lebih parah mengingat pemerintah juga belum cermat melihat berapa jumlah anggota maupun simpatisan HTI," kata Aji.

Pemerintah resmi mencabut status badan hukum Hizbut Tahrir Indonesia pada Rabu 19 Juli 2017 melalui Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 tentang pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan HAM nomor AHU-0028.60.10.2014 tentang pengesahan pendirian badan hukum perkumpulan HTI.

Pencabutan itu merujuk dari aturan dalam Perppu Nomor 2 tentang Ormas yang kini sudah sah menjadi UU Ormas. Dalam UU Ormas, pemerintah dapat mencabut badan hukum ormas tanpa melalui proses pengadilan.

HTI kemudian menggugat pembubarannya ke PTUN. Merujuk dari sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) di laman PTUN Jakarta, gugatan HTI bernomor 211/G/2017/PTUN.JKT dan tertanggal 13 Oktober 2017. Dalam gugatannya, HTI meminta SK Nomor AHU-30.A.01.08 tahun 2017 tentang pencabutan ditunda pelaksanaannya hingga ada kekuatan hukum yang mengikat. (sur)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER