Jakarta, CNN Indonesia -- Pengacara terdakwa
Aman Addurrahman, Asludin Hatjani mengatakan kliennya tetap ditahan di
Mako Brimob, Depok, usai
kerusuhan. Sementara pihak kepolisian telah memindahkan 145 dari 155 narapidana kasus terorisme ke LP Nusakambangan.
"Kalau dia (Aman) tetap di Mako Brimob karena masih sidang. Sidang berikutnya besok (11/5) dengan agenda tuntutan jaksa," kata Asludin kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon, Kamis (10/5).
Hari ini Aman menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Menurut Asludin jadwal sidang itu sudah disampaikan beberapa pekan lalu.
Meski demikian Asludin belum bisa memastikan apakah sidang dengan agenda tuntutan pada hari ini tetap berlangsung atau tidak, usai kerusuhan di Mako Brimob yang menewaskan enam orang. Menurutnya sidang bergantung pada kesiapan jaksa.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nah, jaksa ini siap menghadirkan atau ada pertimbangan lain. Kalau yang menahan kan Densus, kami tunggu koordinasi antara jaksa dengan Densus," kata Asludin.
Sementara jaksa penuntut umum Mayasari memastikan bahwa sidang hari ini tetap digelar. Keputusan untuk memindahkan Aman merupakan wewenang pihak kepolisian.
"Itu kewenangan polisi. Jadwal sidang Aman masih on schedule," jaksa Mayasari kepada
CNNIndonesia.com.
Aman merupakan dalang kasus Bom Thamrin beberapa waktu lalu. Mantan narapidana terorisme Ali Fauzi mengatakan para tahanan sempat meminta bertemu dengan Aman saat kerusuhan di Mako Brimob.
Ali menjelaskan Aman memiliki pengaruh yang kuat, terutama di kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Aman, kata Ali, merupakan seorang imam atau amir yang perkataannya akan diikuti oleh para pengikutnya.
Tuntutan para napi bertemu Aman diyakini untuk meminta arahan atau petunjuk, sekaligus memberi kepastian soal keamanan para napi.
"Banyak didengar, perkataannya diikuti, perintahya ditaati," kata Ali.
Ali menjelaskan kelompok atau jaringan terorisme terus berkembang dan mengalami perubahan di Indonesia. Dari tahun 2000-2010, Indonesia lebih didominasi oleh jaringan dari Jamaah Islamiyah (JI), yang awalnya adalah pendukung kelompok teroris Santoso di Poso.
Kurun 2000-2009, target dari jaringan terorisme ini lebih banyak diarahkan kepada simbol-simbol Barat, orang-orang bule dan kantor kedutaan besar. Kemudian pada 2010 target berubah menjadi lingkup nasional, yakni para polisi.
Ali menyebut perubahan target itu terjadi ketika jaringan JI mulai meredup dan munculnya jaringan JAD. Menurut Ali, target terhadap polisi tersebut didasari pada pemahaman ideologi yang dianut oleh anggota JAD.
Sebelumnya, kerusuhan terjadi di Mako Brimob karena masalah makanan. Napiter bereaksi dengan menyandera sembilan anggota Polri. Dalam insiden ini, lima anggota kepolisian dan seorang napi tewas saat kerusuhan, sementara empat personel Polri sempat disandera oleh napi yang merebut senja.
(pmg)