'Jihad Global' ISIS Jadi Doktrin Kerahkan 'Pengantin' Anak

Ramadhan Rizky | CNN Indonesia
Selasa, 15 Mei 2018 10:01 WIB
Pelibatan anak-anak dalam serangan teror ternyata mempunyai tujuan beragam, mulai dari muslihat hingga propaganda membangkitkan gerakan 'jihad global'.
Pelibatan anak-anak dalam serangan teror ternyata mempunyai tujuan beragam, mulai dari muslihat hingga propaganda membangkitkan gerakan 'jihad global'. (ANTARA FOTO/HO/HUMAS PEMKOT-Andy Pinaria)
Jakarta, CNN Indonesia -- Beberapa hari menjelang Ramadan, Indonesia dikejutkan dengan aksi teror di wilayah Jawa Timur. Dua serangan bom bunuh diri beruntun terjadi di Kota Surabaya pada Minggu (13/5) dan Senin (14/5).

Pada dua peristiwa itu, ada pola unik terungkap dan baru terjadi dalam sejarah teror di Indonesia. Para pelaku teror adalah keluarga dan melibatkan anak-anak dalam serangan.

Hal ini tidak pernah terjadi di masa sebelumnya. Di mana para 'pengantin' atau pelaku bom bunuh diri kebanyakan lelaki.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengamat terorisme dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Zaki Mubarak, menyatakan aksi teror melibatkan anak-anak merupakan wujud doktrin kelompok Negara Islam Irak dan Syam (ISIS). Menurut dia, serangan bom di Surabaya memperlihatkan ada keterkaitan dengan strategi ISIS yang menggunakan anak-anak maupun perempuan untuk melakukan serangan.


"Jadi pesan itu sedang disampaikan, dan ISIS memiliki desain atau pola pelibatan anak-anak seperti itu," kata Zaki kepada CNNIndonesia.com, pada Senin (14/5).

Zaki mengatakan ada beberapa faktor mengapa ISIS dan para pengikutnya menjadikan anak-anak sebagai pelaku serangan teror. Menurut dia alasan utama adalah pilihan menggunakan anak-anak diambil ketika mereka kekurangan sumber daya anggota laki-laki dewasa.

Zaki menilai saat ini kelompok teroris ISIS di Irak maupun Suriah, dan para pengikutnya di beberapa negara termasuk Indonesia, mengalami penurunan jumlah yang cukup besar. Hal itu tak lepas dari banyaknya anggota lelaki dewasa ISIS yang tewas atau ditangkap oleh pemerintah negara setempat.

"Jadi bom bunuh diri menggunakan anak-anak bakal digerakan secara massif setelah ISIS kekurangan sumber daya (manusia)," kata Zaki.


Zaki lantas mencontohkan salah satu aksi ISIS yang menggunakan anak-anak dalam serangan bom pernah terjadi di Damaskus, Suriah, Desember 2016. Sebuah rekaman video beredar di Internet memperlihatkan adegan militan ISIS memberikan ceramah kepada dua anak perempuan, berusia kurang dari sepuluh tahun.

Di badan salah seorang anak itu kemudian dipasangkan rangkaian bom yang diaktifkan menggunakan kendali jarak jauh. Lantas dalam adegan selanjutnya memperlihatkan kedua bocah yang membawa bom itu berjalan memasuki kantor polisi Damaskus, Suriah, dan kemudian terjadi ledakkan.

Alasan kedua, menurut Zaki, berkaitan erat dengan muslihat. Zaki menilai anak-anak lebih mudah mengelabui pihak aparat kemanan dan masyarakat, ketimbang menggunakan lelaki dewasa. Sebab pola serangan ini belum dikuasai oleh aparat kepolisian.

"Kan selama ini kepolisian cuma fokus pada berjenggot, yang punya karakteristik seperti teroris. Anak-anak kan sosok yang jauh dari prediksi dan perkiraan dari kepolisian, makanya mereka disuruh untuk melakukan aksi bom bunuh diri tadi," kata Zaki.

Alasan ketiga, kata Zaki, adalah untuk menyebarkan propaganda kepada pengikut dan simpatisan ISIS yang tersebar supaya lebih memacu diri dalam 'berjihad'. Menurutnya, hal itu adalah salah satu taktik ISIS untuk membangun emosi para pengikutnya sebelum beraksi.


"Mereka berpesan, 'Apakah Anda tak malu dengan anak-anak ini?' Mereka mengajak, 'Jangan berleha-leha di rumah, sedangkan yang anak-anak saja sudah masuk ke medan perang, apakah kalian para pemuda tak malu?," kata Zaki.

Pergeseran Doktrin

Selain tiga alasan di atas, Zaki menyatakan aksi serangan bom yang dilakukan oleh satu keluarga menjadi modus baru dalam teror di Indonesia. Menurutnya, saat ini saat ini terjadi pergeseran doktrin 'jihad global'.

Para 'pengantin' bom bunuh diri tak lagi diperdaya dengan janji 'bertemu dengan 72 bidadari yang ada di surga'. Namun, saat ini para perekrut menanamkan keyakinan pelaku akan 'masuk surga secara bersama-sama' jika dalam serangan turut mengajak keluarga.


"Saya melihat ada keyakinan keagamaan ketika mereka melakukan aksi bom bunuh diri bersama keluarga, maka akan bersama-sama dibangkitkan di surga," kata Zaki.

Zaki mengatakan konsep doktrin '72 bidadari di surga' dipopulerkan oleh gembong teroris Noordin Mohamad Top pada era 2005-2006.

"Jadi konsepnya bukan lagi bidadari. Jadi ada keyakinan kalau dilakukan sekeluarga, mereka dibangkitkan bersama ke alam surga. Sehingga di Surabaya, di Sidoarjo juga. Ini sedang alami pergeseran," ujar Zaki. (ayp/gil)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER