Jakarta, CNN Indonesia -- Briptu Iwan Sarjana, seorang polisi yang disandera hampir 24 jam oleh narapidana teroris yang memberontak di
Rumah Tahanan Salemba Cabang Mako Brimob, dikabarkan mengalami trauma. Penyebabnya adalah dia tidak hanya disiksa secara fisik saat disandera, tetapi juga diancam.
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Hasto Atmojo Suroyo menceritakan, narapidana teroris itu mengancam Iwan dan keluarganya akan mengalami hal buruk di kemudian hari. Dia juga diminta keluar dari kepolisian.
"Dia mengalami trauma karena ketika disandera itu diambil identitas-identitasnya. Rupanya korban menerima ancaman dari penyandera ini. 'Keluargamu dan kamu bisa mengalami sesuatu yang sangat buruk'. Dia juga diminta untuk keluar dari kepolisian oleh penyandera," kata Hasto pada awak media di kantor LPSK, Rabu (23/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya Iwan, Iptu Sulastri yang juga salah satu polisi yang dianiaya di Mako Brimob juga mengalami guncangan yang hebat. LPSK terpaksa menunda pertemuan dengan korban karena kondisinya yang masih histeris pasca kejadian.
"Polwan yang dicabut giginya kami belum bisa menemui, karena memang situasi psikologisnya pada waktu itu yang bersangkutan masih histeris. Masih kami tunda untuk itu," kata Hasto.
Hasto mengatakan LPSK telah berkoordinasi dengan kepolisian untuk memberikan perlindungan terhadap para korban ini. Kendati demikian, Hasto berjanji akan selalu pro-aktif dalam membantu korban terorisme. Pihaknya telah mendatangi keluarga-keluarga korban terorisme lainnya.
"Permohonan dari korban belum ada dan belum ada rekomendasi, tapi LPSK sudah proaktif dengan turun langsung. Setelah kita datangi, ada yang mau memanfaatkan layanan dan ada yang tidak, kami tidak memaksa," ujarnya.
(ayp/kid)