Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam dua tahun berturut-turut (2016-2017) memberikan predikat Tidak Memberikan Pendapat (TMP) atau
disclaimer atas Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menganggap hal itu karena lemahnya pengelolaan anggaran serta implementasi program kerja KKP.
Ketua DPP Harian KNTI Marthin Hadiwinata menyebut penghematan anggaran yang selama ini digaungkan oleh Kementerian yang dipimpin oleh Susi Pudjiastuti itu tak tepat. Tak ada serapan anggaran yang jelas dari KKP.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tak tepat (penghematan anggaran) mestinya KKP bisa memastikan serapan anggaran sebesar Rp10 triliun dari APBD yang bisa dinikmati nelayan di seluruh pelosok negeri jelas adanya," kata Marthin saat dihubungi
CNNIndonesia.com melalui telepon, Minggu (3/5).
Pada LHP di tahun sebelumnya, KKP juga mendapat opini TMP dari BPK. Penyebabnya, kata Marthin, adalah pemeriksaan atas pengadaan 750 kapal untuk nelayan.
"Jika dilihat dalam ketentuan yang ada, pengadaan itu seharusnya selesai sesuai tahun buku yaitu ada di Desember 2016. Namun, selama proses, KKP hanya mampu merampungkan 48 kapal dan pengadaan pun diperpanjang hingga Maret 2017," katanya.
Terkait hal ini, Ketua KNTI Basis Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Thamrin menyebut program bantuan kapal di Provinsi Kalimantan Utara tak berjalan dengan lancar.
Kata Thamrin, sembilan kapal yang didapatkan Kalimantan Utara pada April 2017 lalu, sebenarnya merupakan program pengadaan kapal yang mesti diberikan pada 2016.
"Sudah diberikan telat, kapalnya pun akhirnya mangkrak, kami diamkan," kata Thamrin melalui sambungan telepon.
Thamrin menambahkan bahwa nelayan dari Pulau Sebatik menerima kapal 12 GT dengan berbagai permasalahan.
Salah satunya adalah tak ada dokumen dalam kapal tersebut, sehingga tak bisa digunakan.
Selain itu, Thamrin menyebut spesifikasi kapal tak sesuai dengan model kapal yang pernah ditunjukkan.
Sementara permasalahan LHP 2016 masih dipertanyakan, pihak KNTI juga membuat sejumlah catatan baru terkait LHP 2017.
KNTI menyebut banyak program prioritas sepanjang 2017 yang tak berjalan dengan maskimal di lingkungan KKP, seperti pembentukan Badan Layanan Umum (BLU) Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (LPMUKP).
BLU LPMUKP rencananya dibentuk untuk memberikan fasilitas permodalan kepada nelayan dengan nama Gerai Permodalan Nelayan (Gemonel).
Dalam praktiknya, menurut Marthin, Gemonel tak banyak membantu. Banyak nelayan masih kesulitan mengakses bantuan tersebut meski program dan anggaran telah digulirkan.
Tak hanya itu, Program Bantuan Premi Asuransi Nelayan (BPAN) yang bertujuan untuk memberikan bantuan premi asuransi kepada nelayan juga dituding KNTI tak berjalan sesuai rencana.
Program ini dianggap tak berjalan lancar karena banyak nelayan yang belum mendapatkan akses terhadap asuransi nelayan. Kalaupun mendapat asuransi, proses klaimnya dinilai sangat rumit.
Program alih Alat Penangkapan Ikan (API) juga belum berjalan dengan baik. Padahal, ini adalah program sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 71/PERMEN-KP/2016 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
Sampai saat ini, di beberapa daerah KKP dianggap masih belum menyelesaikan tanggung jawab terkait distribusi penggantian alat tangkap yang telah dilarang.
Atas tudingan itu,
CNNIndonesia.com mencoba menghubungi pihak KKP yakni Dirjen Perikanan Tangkap Zulficar Mochtar, namun belum juga mendapat respons dari yang bersangkutan.
(wis/asa)