Menristekdikti: Tak Ada Istilah Kampus Steril dari BNPT

Mesha Mediani | CNN Indonesia
Senin, 04 Jun 2018 12:52 WIB
Menristekdikti Mohamad Nasir mengatakan saat NKK/BKK diterapkan, kekosongan aktivisme mahasiswa diisi oleh radikalisme yang berlanjut hingga kini sejak 1983.
Menristekdikti Mohamad Nasir mengatakan saat NKK/BKK diterapkan, kekosongan aktivisme mahasiswa diisi oleh radikalisme yang berlanjut hingga kini sejak 1983. (CNN Indonesia/Yohannie Linggasari)
Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir menyatakan tak ada istilah kampus steril dari pengawasan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Hal ini merespons penangkapan terduga teroris di Universitas Riau.

Nasir mengatakan bentuk pengawasan dengan BNPT itu antara lain pendataan nomor ponsel maupun media sosial dosen dan mahasiswa.

"Maka tidak ada istilah kampus steril dari pemeriksaan, itu enggak boleh. Kampus bukan dalam hal ini mimbar akademik, di mana orang lain tidak bisa masuk. Tidak. Kalau itu menggangu keamanan apapun itu dan di mana pun itu tempat harus dilakukan," kata Nasir di Jakarta, Senin (4/6).
Menurutnya, sejak 2015 Kemenristekdikti telah bekerja sama dengan BNPT untuk mengawasi kegiatan di kampus demi mencegah radikalisme. Kerja sama itu akan diintensifkan kembali.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sekarang saya berkolaborasi dengan BNPT supaya apa yang terjadi di Riau itu tidak terjadi lagi. Tidak hanya di situ saja, nanti itu muncul di mana-mana, mereka masuk di kampus mungkin di mana saja akan terjadi, tidak hanya di kampus," kata Nasir.

Nasir mengatakan tak tertutup kemungkinan kegiatan terduga teroris masih dilakukan di dalam kampus sebagaimana kasus di Univeritas Riau.

"Mungkinlah. Saya bilang mungkin. Makanya kita harus preventif betul. Akan muncul lagi, mungkin akan terjadi," ujar Nasir.
Nasir membantah pihaknya kecolongan terkait tertangkapnya terduga teroris di Unri.

Dia meyakini radikalisme di kampus telah tumbuh sejak 1983, khususnya ketika pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto membentuk kebijakan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK).

Kebijakan itu ditujukan untuk melarang segala aktivitas politik di kampus oleh sejumlah lembaga mahasiswa yang aktif mengkritik pemerintah. Alhasil, kemunculan NKK/BKK itu memicu tumbuhnya gerakan-gerakan radikal di kalangan mahasiswa.

"Bukan kecolongan. Saya sudah berkali-kali cerita, kasus ini adalah kejadian sejak tahun 1983 setelah ada NKK/BKK. Kemudian, kampus ada kekosongan kegiatan terus diisi mereka (radikal), dan ini berjalan sampai sekarang," kata Nasir.
Mantan rektor Universitas Diponegoro itu pun menyebut NKK/BKK tidak akan dihidupkan kembali karena khawatir kampus akan menjadi lahan politik.

Lebih lanjut, Nasir berpendapat radikalisme tidak hanya tersebar di perguruan tinggi. Sejumlah guru SMP dan SMA juga ada yang menyebarkan paham antiPancasila itu ke anak didiknya.

Oleh sebab itu, Nasir mencanangkan Pendidikan Bela Negara dan program Wawasan Kebangsaan terlebih sejak organisasi kemasyarakatan (ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang bersemangat mewujudkan negeri Khilafah dilarang berdiri di Indonesia. (pmg)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER