Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto diminta ikut turun tangan membantu menyelesaikan polemik rancangan Peraturan KPU terkait larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi calon anggota legislatif (caleg).
Polemik itu melibatkan KPU sebagai pembuat peraturan dengan Kementerian Hukum dan HAM yang berwenang menandatangani rancangan aturan tersebut.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengungkapkan seharusnya Menko Polhukam bisa mencari jalan untuk menengahi masalah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya kira Menko Polhukam bisa mestinya untuk mencari jalam supaya menengahi itu," kata Fadli di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (5/6).
Fadli memahami rancangan aturan itu membuat pemilu legislatif ke depan menjadi berkualitas. Hal itu dinilai sebuah terobosan untuk mengingkatkan integritas caleg.
Meski demikian, Fadli meminta agar KPU tetap berkoordinasi dan berkonsultasi dengan pemerintah dalam merancang aturan tersebut.
"KPU duduk bersama pemerintah untuk melakukan semacam terbosoan hukumnya, supaya apa yang diinginkan KPU yang saya kira bagus ada payung hukumnya," katanya.
Selain itu, Fadli meminta agar aturan itu tidak hanya diterapkan kepada eks caleg yang berstatus mantan narapidana kasus korupsi, melainkan juga diterapkan pada pilkada serentak 2018.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sebelumnya mengisyaratkan bakal menolak menandatangani draf rancangan PKPU soal larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg karena dianggap bertentangan dengan UU.
"Jadi nanti jangan dipaksa saya menandatangani sesuatu yang bertentangan dengan UU itu saja," kata Yasonna kemarin.
Yasonna menegaskan PKPU itu akan bertentangan dengan UU Pemilu. Dalam Pasal 240 Ayat 1 huruf g disebutkan, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan kepada publik secara jujur dan terbuka bahwa dirinya pernah berstatus sebagai narapidana.
(age)