Jakarta, CNN Indonesia -- Tiga mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Busyro Muqoddas, Haryono Umar, dan Mochammad Jasin, menyurati Presiden Joko Widodo menarik delik korupsi dalam
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Hal itu disampaikan melalui surat kepada Jokowi tertanggal 6 Juni 2018
"Sebaiknya Presiden Joko Widodo segera menarik delik korupsi dalam RKUHP," demikian dalam naskah surat itu. Jasin menyebut surat tersebut masih berbentuk draf.
Dalam surat itu, Jasin menilai RKUHP yang masih digodok pemerintah dan DPR apabila disahkan akan memunculkan empat persoalan pemberantasan korupsi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertama, kewenangan KPK dalam hal penindakan kejahatan korupsi akan hilang. Mengingat penindakan yang dilakukan KPK berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK berpijak pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Sulit untuk dibayangkan jika penindakan KPK tidak lagi berjalan, maka ke depan lembaga ini hanya akan fokus pada ranah pencegahan tindak pidana korupsi saja," ujarnya.
Kedua, RKUHP tersebut dianggap akan meniadakan keberadaan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Serupa dengan KPK, Pengadilan Tipikor pun hanya memeriksa dan mengadili perkara korupsi dalam rumpun aturan UU Tipikor.
Kemudian ketiga, RKUHP baru itu lebih banyak berpihak pada pelaku korupsi. Terbukti dari hukuman pidana penjara dan denda yang tertera dalam RKUHP jauh lebih ringan dibanding UU Tipikor.
Terakhir, RKUHP ini tak mengakomodasi pidana tambahan bagi pelaku korupsi yaitu pembayaran uang pengganti.
"Kombinasi antara pidana penjara yang maksimal dengan kewajiban membayar uang pengganti diyakini menjadi formula yang tepat bagi penjeraan pelaku korupsi," tuturnya.
Jasin melanjutkan penolakan Jokowi terhadap pasal korupsi masuk dalam RKUHP sesuai dengan mantan Wali Kota Solo itu dalam "Nawacita" yang secara tegas menolak negara lemah dengan melakukan penegakan hukum yang bebas dari korupsi.
Menurutnya, akan lebih baik jika pemerintah lebih fokus untuk memperkuat instrumen hukum pemberantasan korupsi dengan cara mengesahkan RUU tentang Perampasan Aset serta Revisi atas UU Tipikor yang saat ini sangat dibutuhkan oleh penegak hukum.
(arh)