Pemerintah Jamin RKUHP Tak Akan Ganggu Kerja KPK

Feri Agus | CNN Indonesia
Rabu, 06 Jun 2018 16:15 WIB
Tim Panitia Kerja Pemerintah RKUHP menyatakan tindak pidana pokok dalam RKUHP memiliki semangat yang sama dengan tindak pidana korupsi.
Tim Panitia Kerja Pemerintah Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan)
Jakarta, CNN Indonesia -- Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang akan segera disahkan oleh DPR dan pemerintah dalam waktu dekat tak akan mengganggu kerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal tersebut disampaikan Anggota Tim Panitia Kerja Pemerintah RKUHP Muladi dalam jumpa pers di Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Rabu (6/6).

Muladi menyebut core crime (tindak pidana pokok) yang ada di dalam RKUHP itu memiliki semangat yang sama dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tidak akan mengganggu KPK, tidak akan mengganggu atau mengurangi kewenangan KPK, undang-undangnya juga sama," kata Muladi, "Jadi tidak ada maksud undang-undang ini (RKUHP) mengurangi kewenangan, mengganggu kewenangan KPK."


Muladi mengatakan pihak-pihak yang mengkritik RKUHP ini sepertinya tak membaca aturan peralihan yang tertuang dalam Pasal 729, sehingga menganggap kewenangannya akan dihilangkan.

Padahal, kata Muladi lembaga yang menangani tindak pidana khusus, termasuk tindak pidana korupsi tetap dapat menangani berdasarkan kewenangan lembaga tersebut yang diatur dalam undang-undang masing-masing.

"Saya ulangi saat undang-undang ini berlaku, ketentuan BAB tentang tindak pidana khusus, termasuk tindak pidana korupsi dalam undang-undang ini tetap dilaksanakan berdasarkan kewenangan lembaga yang telah diatru dalam undang-undang masing-masing, ada KPK, ada BNN, ada PPATK, ada Komnas HAM," tuturnya.

Pemerintah Tegaskan RKUHP Tak Akan Ganggu Kerja KPKFoto: CNNIndonesia/Asfahan Yahsyi

Tenaga Ahli Kementerian Hukum dan HAM itu menjelaskan dalam tindak pidana korupsi yang terkenal tindak pidana pokoknya adalah Pasal 2 dan Pasal 3 pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Yaitu Pasal 2 melawan hukum, memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi dan kerugian keuangan negara. Kalau Pasal 3 itu menyalahgunakan wewenang dan suap. Itu adalah core-nya," kata dia.

Tindak pidana pokoknya itu lah, kata Muladi yang dimasukkan ke dalam BAB Tindak Pidana Khusus RKUHP. Menurut dia, tindak pidana pokok korupsi disertakan dalam RKUHP dimaksudkan sebagai jembatan terhadap Undang-Undang Tipikor yang telah ada.

Sehingga, sambung Muladi tak mungkin pemerintah melemahkan KPK melalui perubahan RKUHP. Politikus senior Partai Golkar itu menilai ada salah paham dan salah pengertian mengenai keberadaan tindak pidana pokok korupsi dalam RKUHP.

"Jadi tidak mungkin, saya sendiri turut merancang Undang-Undang KPK, masa mau mengancurkan KPK, tidak mungkin," tuturnya.

"Jadi ini sangat penting untuk diperhatikan, persoalannya apakah kami akan melemahkan KPK, apakah kami akan mendeligitmasi tindak pidana korupsi, sama sekali tidak ada," demikian Muladi.

Sebelumnya, tindak pidana khusus yang masuk dalam RKUHP selain tindak pidana korupsi adalah tindak pidana berat terhadap HAM berat, tindak pidana terorisme, tindak pidana pencucian uang, serta tindak pidana narkotika dan psikotropika.

(ugo/gil)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER