Jakarta, CNN Indonesia -- Pasangan calon wali kota dan wakil wali kota Tangerang Arief R Wismansyah-Sachrudin tak punya lawan alias calon tunggal di Pilkada 2018. Dalam pilkada serentak, mereka melawan kotak kosong di kertas suara.
Warga diberi pilihan untuk kembali memilih Arief-Sachrudin atau memilih kotak kosong jika tak ingin pasangan petahana itu kembali memimpin.
Dalam proses pemilihan, sejumlah warga mengaku memilih kotak kosong ketimbang kotak berisi foto pasangan itu. Mereka beralasan tak memilih Arief-Sachruddin karena kecewa dengan kinerja petahana tersebut. Salah satunya Sarah Rachmawati Putri (22).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena jujur saja kepemimpinannya aman saja, tidak ada yang signifikan berubahnya," kata Sarah.
Ia mengaku ingin ada alternatif pemimpin lain selain pasangan Arief dan Sachrudin.
Sama halnya dengan Sarah, warga yang lain, Sendy Ahmad Fatony (27) juga memilih kotak kosong. Ia merasa perlu ada perubahan di kota Tangerang dengan pemimpin baru dan menyayangkan pilkada Tangerang ini hanya satu pasangan calon.
"Karena saya butuh perubahan dari seseorang yang baru dan saya heran sedikit yang mau bertanggung jawab pada kota ini," ujar Sendy.
Selain tak puas pada kinerja petahana, Sendy juga mengaku bingung karena baru pertama kali mengikuti pilkada dengan kotak kosong ini.
"Jujur saja bingung karena baru pertama kali," katanya.
Hal senada disampaikan Rafli Baihaqi (22). Ia mengaku bingung karena pada surat suara hanya terdapat satu gambar pasangan calon.
"Bingung sih karena cuma ada satu calon saja di Tangerang," ujar warga Kelurahan Poris Plawad Utara ini.
Warga yang lain Bubung Abul Hayat menyebut selama ini sosialisasi dari Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kota Tangerang soal calon tunggal dan kotak kosong ini minim. Ia merasa awam dengan pemilihan hanya satu calon.
"Kurang sih sosialisasinya," ujar warga Kelurahan Suka Asih itu.
Pemilihan dengan pasangan calon tunggal baru dua kali dilaksanakan di Indonesia yakni pada tahun 2015 dan 2017. Sebelumnya, Undang-undang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Pilkada belum mengakomodasi calon tunggal.
 Salah satu pemilih pada pilkada Kota Tangerang. (CNN Indonesia/Setyo Aji Harjanto) |
Akhirnya atas situasi itu Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan calon tunggal dapat mengikuti pilkada serentak. Belajar dari pengalaman pilkada 2015, akhirnya UU Pilkada Nomor 8 Tahun 2015 direvisi menjadi UU Nomor 10 tahun 2016.
Aturan ini mengakomodasi keberadaan calon tunggal dengan beberapa ketentuan ketentuan. Misalnya, calon tunggal diperbolehkan dengan syarat terdapat lebih dari satu calon yang mendaftar, tetapi dinyatakan tidak memenuhi syarat dan mengakibatkan calon tunggal.
Dalam aturan itu calon tunggal dinyatakan menang jika mendapatkan suara lebih dari 50 persen dari suara sah. Namun, apabila kurang dari 50 persen, yang menang adalah kotak kosong.
Apabila kotak kosong menang, kepala daerah bakal dipilih oleh pemerintah pusat dengan menugaskan pejabat gubernur, bupati atau wali kota.
(pmg/sur)