Mabes Polri Bantah Ikut Hitung Suara Pilkada Makassar

Bimo Wiwoho | CNN Indonesia
Jumat, 29 Jun 2018 02:45 WIB
Polri membantah melakukan pencatatan hasil pemilihan kepala daerah Makassar 2018. Berita yang menyebut Polri iktu perhitungan suara, kata Setyo, hoaks.
Kadiv Humas Polri Irjen Pol Setyo Wasisto. (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)
Jakarta, CNN Indonesia -- Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia (Mabes Polri) membantah melakukan pencatatan hasil Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Makassar 2018.

Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto mengatakan berita yang menyebutkan Polri mencatat hasil Pilkada Makassar 2018 adalah bohong alias hoaks.

Menurutnya, berdasarkan Surat Telegram Kapolri bernomor STR/404/VI/OPS.1.3./2018 tertanggal 22 Juni 2018, anggota Polri dilarang melakukan pencatatan hasil pemungutan suara di tempat pemungutan suara (TPS).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Berita tentang di Makassar adalah hoaks," kata Setyo dalam keterangan tertulisnya pada Kamis (28/6).


Sebelumnya, salah satu media nasional memberitakan bahwa Tim Pengamanan Pilkada Mabes Polri mencatat pasangan calon wali kota-wakil wali kota Makassar, Munafri Arifuddin-Rachmatika Dewi, unggul sekitar tiga persen dari kotak kosong atau tepat 51,07 persen berbanding 48,93 persen.

Angka tersebut berbeda dengan hasil hitung cepat versi Celebes Research Center (CRC), yang menyatakan kotak kosong unggul dengan 53,35 persen suara sementara pasangan calon Munafri Arifuddin-Rachmatika Dewi yang didukung oleh 10 partai politik hanya memperoleh suara 46,65 persen.

Lebih jauh, Setyo menuturkan, Wakil Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Wakapolri) Komisaris Jenderal Syafruddin tidak permah memberikan pernyataan kepada wartawan seputar hasil Pilkada Makassar 2018.

"Bapak Wakapolri tidak pernah memberi pernyataan kepada pers seperti itu," kata jenderal bintang dua itu.


Setyo juga mengkritik penyebutan Tim Pengamanan Pilkada Mabes Polri yang dimuat dalam berita tersebut. Menuturnya, tugas pengamanan dilakukan oleh satuan kepolisian wilayah setempat dan Mabes Polri hanya mengirim tim asistensi yang terdiri dari beberapa perwira tinggi dan menengah.

"Di berita disebutkan Tim Pengamanan Mabes Polri, yang melaksanakan pengamanan adalah Polda setempat," ujarnya.

Ketua KPU Sulawesi Selatan Misna Attas tidak ingin berkomentar terkait kabar kepolisian mencatat dan menyebarluaskan rekapitulasi pemilihan wali kota Makassar. Dia sendiri mengaku belum tahu kabar tersebut saat dimintai konfirmasi.

"Jawaban saya hanya, tunggu hasil dari KPU," ucap Misna.

Mabes Polri Bantah Ikut Hitung Suara Pilkada Makassar

Terpisah, Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi menjelaskan bahwa pengawas pemilu, aparat keamanan, intelijen, dan pemerintah daerah berhak mencatat hasil penghitungan suara di setiap TPS. Melakukan rekapitulasi pun boleh dilakukan.

Akan tetapi, hasil pencatatan dan rekapitulasi tersebut tidak boleh dijabarkan kepada publik. Dengan kata lain, hanya boleh digunakan untuk konsumsi internal lembaga yang bersangkutan.

"Tidak boleh mengumumkan hasil perolehannya, karena memang tidak memiliki kewenangan untuk itu," ucap Pramono saat dihubungi, Kamis (28/6).


Di samping itu, hanya KPU pula yang boleh menentukan pemenang pilkada di setiap daerah. Menurut Pramono, hak itu hanya dimiliki oleh KPU dan hanya bisa dibatalkan melalui Mahkamah Konstitusi.

"Dari sisi aturan, hanya KPU yang berhak menyatakan siapa menang dan siapa yang kalah," tutur Pramono

Tunjuk Pj Wali Kota Makassar

Kementerian Dalam Negeri menyatakan bakal mengangkat penjabat (Pj) wali kota Makassar jika kotak kosong mendapat suara lebih banyak dibanding pasangan calon Munafri Arifuddin-Rachmatika Dewi bersarkan hitung riil KPU.

Dengan kata lain, untuk mengisi kekosongan kepemimpinan Pemkot Makassar tidak akan diangkat seorang penjabat sementara (Pjs), pelaksana tugas (Plt), atau pelaksana harian (Plh).

Sejauh ini, hasil quick count Celebes Research Center (CRC) menyatakan bahwa kotak kosong unggul dengan 53,49 suara, sementara paslon Munafri-Rachmatika meraih 46,51 persen suara. KPU sendiri masih melakukan hitung riil dan akan menetapkan pemenang pada 6 Juli mendatang.

"Penjabat wali kota," tutur Bahtiar di kantor Kemendagri.

Bahtiar kemudian menjelaskan bahwa nantinya, calon penjabat wali kota diusulkan oleh gubernur Sulawesi Selatan sebanyak 3 nama. Ketiganya dapat berasal dari pegawai negeri sipil eselon II dari Pemerintah Provinsi Sulawesei Selatan atau Kemendagri. Kemudian, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo akan menentukan siapa yang akan menjadi penjabat wali kota dari ketiga nama yang diajukan.


Selanjutnya, penjabat wali kota Makassar itu bertugas hingga Pilkada 2020 mendatang atau setelah terpilih wali kota baru.

"Ini masih andai lho ya," ucap Bahtiar.

Bahtiar lalu menegaskan perbedaan penjabat, penjabat sementara, pelaksana tugas, dan pelaksana harian. Penjabat kepala daerah, lanjutnya, yakni diangkat untuk mengisi kekosongan posisi kepala daerah dalam waktu yang cukup lama.

Penjabat sementara (Pjs) kepala daerah adalah jabatan untuk mengisi kekosongan kepemimpinan pada masa kampanye pilkada.

"Kalau calon petahana kan harus cuti pada saat kampanye. Nah itu diisi oleh Pjs," katanya.


Kemudian, pelaksana tugas (Plt) adalah wakil kepala daerah yang menjadi kepala daerah. Itu bisa dilakukan ketika kepala daerah cuti kamanye atau tidak bisa melanjutkan tugasnya.

Lalu, pelaksana harian (Plh) adalah jabatan untuk mengisi kekosongan dalam waktu yang singkat. Bahtiar mengatakan Plh hanya bertugas selama kurang dari satu bulan.

Andai kotak kosong menang dalam pilwalkot Makassar, lanjut Bahtiar, maka kekosongan posisi walikota akan diisi oleh seorang penjabat. Hal itu dikarenakan ada kekosongan dalam waktu yang lama.


Wali kota Makassar Danny Pomanto akan habis masa jabatannya pada 8 Mei 2019. Denga demikian, penjabat wali kota Makassar akan bertugas selama kurang lebih satu tahun yakni hingga Pilkada 2020 menghasilkan wali kota yang baru.

"Dipastikan pemerintahan daerah tetap berjalan," imbuhnya.

Bahtiar mengatakan bahwa sekretaris daerah Pemerintah Kota Makassar tidak akan diangkat menjadi penjabat wali kota untuk mengisi kekosongan andai kotak kosong yang menang.

Menurutnya, jika sekda menjabat sebagai penjabat wali kota, akan terjadi kelebihan otoritas di pundak sekda. Dia mengklaim Kemendagri telah menerapkan hal tersebu di beberapa daerah sejak 2017.

"Jadi jangan sampai memberi over otoritas. Potensi penyalahgunaan memungkinkan. Misal, saya kepala daerah, saya sekda juga. Coba bayangkan. Bisa terjadi konflik kepentingan," kata Bahtiar.
(ugo)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER