TNI Merasa Difitnah oleh Tudingan Sengaja Bunuh Warga Papua

Ramadhan Rizki | CNN Indonesia
Rabu, 04 Jul 2018 02:28 WIB
TNI merasa laporan lembaga pemantau hak asasi manusia Amnesty International Indonesia tidak berimbang dan hanya memojokkan aparat.
TNI merasa laporan lembaga pemantau hak asasi manusia Amnesty International Indonesia tidak berimbang dan hanya memojokkan aparat. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- TNI membantah laporan lembaga pemantau hak asasi manusia Amnesty International Indonesia, yang menuding aparat membunuh puluhan warga Papua serta Papua Barat yang tidak pernah diusut. Mereka menyatakan tudingan pelanggaran HAM itu adalah fitnah.

"Kalau laporan Amnesty mengatakan TNI melakukan pelanggaran HAM dengan menembaki orang tak berdosa di Papua tanpa sebab dan proses hukum, itu fitnah. Semua yang terjadi ada sebab, yaitu separatis yang melawan kedaulatan negara. Itu penyebab utama," kata Kepala Penerangan Kodam Cenderawasih, Kolonel Muhammad Aidi, dalam keterangan resmi diterima CNNIndonesia.com, pada Selasa (3/7).

Menurut Aidi, korban jiwa tak hanya berasal dari anggota kelompok bersenjata saja. Anggota TNI dan Polri juga turut meregang nyawa atas aksi kekerasan kerap terjadi di wilayah itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Aidi mengatakan persoalan utama yang paling mendasar di Papua adalah kelompok separatis bersenjata yang terus merongrong kedaulatan negara, dan menuntut memisahkan diri dari NKRI.


Menurutnya, negara-negara di seluruh dunia tak ada yang membenarkan adanya sekelompok orang memiliki senjata api dengan standar militer secara ilegal, untuk merongrong kedaulatan negara.

"Di negara manapun di seluruh dunia tidak ada suatu pemerintahan yang mentolelir suatu tindakan makar atau pemberontakan terhadap kedaulatan negaranya. Mereka mempersenjatai diri secara Ilegal itu sudah salah," kata dia.

Selain itu, Aidi juga mengeluhkan seringkali kelompok separatis bersenjata di Papua kerap menuding TNI/Polri sebagai dalang pembunuhan seseorang yang tewas, tanpa bukti kuat atau diketahui akar permasalahannya.

Ia mengatakan kerap kali kelompok tersebut menampilkan dokumentasi korban tewas tanpa adanya bukti yang kuat bahwa pihak TNI/Polri terlibat didalamnya.

"Namun, faktanya setiap saat korban laka lalin, korban perang suku dan lain-lain mereka upload ke berbagai media bahkan sampai internasional dengan menuding bahwa itu adalah korban kekejaman aparat TNI-Polri," kata Aidi.

Aidi lantas mengatakan pihaknya kerap menjadi korban atas pelanggaran HAM, yang dilakukan kelompok separatisme bersenjata di Papua.


Ia lantas menyoroti klaim kelompok separatisme bersenjata Papua menuding TNI sebagai dalang insiden di Kabupaten Paniai pada Desember 2014 lalu, yang menewaskan beberapa orang.

Padahal, kata Aidi, aparat keamanan saat itu sedang membela diri ketika melihat ada sekelompok orang menyerang pos aparat keamanan dengan menggunakan senjata tajam.

"Mereka gembor-gemborkan hanya menyoroti tentang jatuhnya korban, tapi tidak pernah dibahas bagaimana ketika ribuan massa bersenjata panah, tombak, golok bahkan ada yang membawa senjata api menyerang pos aparat keamanan," kata dia.

Tak hanya itu, Aidi juga menyoroti soal hilangnya dua anggota polisi di Distrik Torere, Kabupaten Puncak saat mengawal logistik Pilkada serentak pada pekan lalu, yang tewas tertembak oleh kelompok separatisme.

"Kami justru jadi korban, mereka bertindak seenaknya saja tanpa norma dan aturan, mereka tak mengenal combatan dan non combatan, warga sipil bahkan anak kecil pun dibantai tanpa ampun," ujar Aidi.


Aidi menilai laporan Amnesty Internasional tidak berimbang dan terkesan hanya mencari kesalahan untuk memojokkan pihak TNI/Polri. Ia mengatakan TNI telah bertindak sesuai peraturan dan kode etik tertentu dalam menjalankan tugas menjaga kedaulatan NKRI di Papua.

"Kami bertindak berdasarkan kaidah dan kode etik, serta UU yang berlaku sementara. Kenapa mereka tidak membahas tentang kekejaman yang dilakukan oleh pihak KKSB baik terhadap aparat negara maupun terhadap warga sipil yang tak berdosa?" Kata dia.

Amnesty International dalam laporan berjudul "Sudah, Kasi Tinggal Di Mati': Pembunuhan dan Impunitas di Papua", melaporkan terjadi pembunuhan di luar hukum (unlawful killings) oleh aparat keamanan terhadap 95 orang di provinsi Papua dan Papua Barat, dalam kurun waktu kurang dari delapan tahun.

Dari jumlah korban itu, 56 korban dibunuh dalam konteks nonkemerdekaan dan 39 orang terkait kegiatan pro-kemerdekaaan yang damai, seperti unjuk rasa atau pengibaran bendera Bintang Kejora.


Salah satu rekomendasi Amnesty International adalah peninjauan ulang taktik militer atau aparat keamanan dalam bertindak di lapangan, termasuk mengenai penggunaan senjata api. (ayp)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER