Jakarta, CNN Indonesia --
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menilai Undang-undang Antiterorisme yang disahkan Dewan Perwakilan Rakyat pada 25 Juni silam memiliki beberapa kelebihan dibanding peraturan sebelumnya.
Undang-Undang Nomor 5 tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme memperluas kewenangan pemerintah untuk bertindak mendahului aksi terorisme seperti serangan bom.
Perekrutan, pembaiatan dan pengorganisasian, pelatihan dan berbagai kegiatan radikal lainnya yang diindikasikan merupakan perbuatan permulaan dan persiapan tindak pidana terorisme kini bisa diproses berkat pasal 12A ayat 2 dalam UU tersebut.
"Dengan kata lain UU kita telah menetapkan selangkah di depan para teroris sebelum mereka melakukan kejahatan," kata Prasetyo kemarin di Kejaksaan Agung pada Selasa (3/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, pasal 12B ayat 1 dan 2 mengatur ketentuan keterlibatan korporasi sebagai organisasi terorisme tidak lagi harus melalui putusan pengadilan berkekuatan tetap, melainkan cukup melalui penetapan hakim.
"Ini merupakan langkah progresif dalam upaya mencegah dan menanggulangi berkembangnya terorisme dalam organisasi," kata Prasetyo.
Dia juga setuju dengan pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme. Tentara dinilainya akan sangat membantu penanggulangan terorisme.
"Mengingat pada dasarnya gerakan dan aksi teror bukan hanya persoalan pelanggaran hukum positif saja melainkan telah menjadi permasalahan sosial dan keamanan yang cenderung mengancam ideologi negara, kedaulatan negara, mengganggu wilayah dan keselamatan bangsa," tandasnya.
Keterlibatan TNI dalam pemberantasan terorisme diatur dalam pasal 43 I. Tentara memiliki wewenang untuk membantu mengatasi aksi terorisme sebagai bagian dari operasi militer selain peperangan.
(aal)