Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) tidak akan disahkan 17 Agustus seperti direncanakan Ketua DPR Bambang Soesatyo sebelumnya.
"Presiden (Joko Widodo) menyatakan dilihat lagi, jangan dulu dikejar target supaya semuanya. Kemarin kan ada target 17 Agustus, kami lihat dulu supaya semuanya bagus," kata Yasonna di Istana Bogor, Rabu (4/7).
Hal itu disampaikan usai mendampingi Presiden Jokowi bertemu lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) siang tadi. Pertemuan berlangsung satu jam dan tertutup.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yasonna menuturkan KPK menyampaikan masukan-masukan kepada pemerintah yang sesungguhnya sebagian telah diakomodasikan. Beberapa hal disebut masih perlu dilihat kembali tetapi ia enggan menyebutkan poin itu.
"Apa yang dikritik KPK selama ini sudah diakomodasi di dalam UU itu. Tetapi masih ada keinginan KPK keluarkan saja mutlak-mutlak. Jadi tim yang menyusun ini merasa bukan begitu," tutur politikus PDI Perjuangan ini.
RKUHP dinilai memerlukan pembahasan, kodifikasi, hingga konsinyering lebih lanjut sehingga hasil akhir bisa mengakomodasi masukan-masukan yang diberikan.
"Kami terus dalam beberapa konsinyering Biro Hukum KPK nampaknya sudah akan ikut dengan kami," ucapnya.
 Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan RKUHP tidak bakal disahkan 17 Agustus seperti yang direncanakan DPR. (CNN Indonesia/Christie Stefanie) |
Posisi KPK Tak BerubahKetua KPK Agus Rahardjo mengatakan KPK tetap mengusulkan kepada Presiden Jokowi agar penanganan korupsi berada di luar KUHP seperti yang sudah ada saat ini.
KPK menolak delik korupsi dimasukkan kembali ke RKUHP.
"Karena, ya, kami, saya sampaikan mengenai resiko yang besar. Kemudian insentifnya tidak kelihatan untuk pemberantasan korupsi," ujar Agus.
Menurutnya, masukan itu yang akhirnya membuat Presiden Jokowi menginstruksikan anak buahnya melanjutkan pembahasan dan tidak mengesahkan RKUHP bulan depan. Pembahasan, kata Agus, dilakukan sampai waktu yang tidak bisa ditentukan.
Pandangan serupa disampaikan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif. Ia menilai proses kodifikasi RKUHP akan lebih cepat selesai apabila delik korupsi dikeluarkan.
"Kami berpikir delik korupsi, narkotika, terorisme, dan HAM mungkin akan lebih bagus di luar KUHP. Oleh karena itu tim pemerintah akan mempelajari lebih intens," kata Laode.
Para komisioner KPK menyatakan akan selalu siap duduk bersama pemerintah dan memberikan masukan guna membahas kelanjutan RKUHP di masa mendatang.
(wis/gil)