Jakarta, CNN Indonesia -- Center for Healthcare Policy and Reform Studies (Chapters) meminta Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) tidak bersikap diskriminatif dalam mengawasi berbagai produk yang dianggap mengandung gula tinggi, salah satunya produk Kental Manis.
"Ini dapat membingungkan masyarakat, harusnya lebih tegas awasi produk sejenis," kata Luthfi Mardiansyah, Chairman & Founder Chapters saat dihubungi di Jakarta, Kamis (5/7).
Pernyataan Luthfi ini menanggapi penerbitan Surat Edaran Nomor HK.06.5.51.511.05.18.2000 Tahun 2018 tentang Label dan Iklan pada Produk Susu Kental dan Analognya yang masuk Kategori Pangan 01.3.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Edaran yang ditandatangani Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan, Suratmono pada 22 Mei tersebut secara spesifik hanya mengubah ketentuan iklan serta label Susu Kental dan Analognya.
Edaran tersebut juga mencantumkan sejumlah larangan dalam label dan iklan kental manis seperti menampilkan anak-anak di bawah lima tahun, penggunaan visualisasi produk Susu Kental dan Analognya setara produk susu lain.
Larangan lain adalah pemakaian visualisasi gambar susu cair atau susu dalam gelas yang disajikan dengan cara diseduh untuk konsumsi sebagai minuman.
Luthfi menduga terkait kental manis ini ada tekanan sendiri terhadap BPOM. Apalagi, kata dia, pihak BPOM sebelumnya sudah lama mengizinkan produsen Kental Manis mengedarkan produk sesuai label dan iklan saat ini.
"Saya juga tidak tahu kenapa baru sekarang tiba-tiba, apakah ada kepentingan di balik itu atau tidak," tutur Luthfi.
Komisi IX DPR hari ini berencana meminta keterangan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan BPOM untuk mengklarifikasi persoalan susu kental manis.
"Sore ini, jam tiga kami akan bertemu dengan Kemenkes. Kami akan tanya soal susu kental manis. Tentu kami akan panggil BPOM juga untuk mengklarifikasi," kata Saleh kepada
CNNIndonesia.com, Kamis (5/7).
Kementerian Kesehatan menyatakan telah menginformasikan kepada BPOM selaku pengawas izin edar untuk lebih memperhatikan produk Kental Manis agar tidak dikategorikan sebagai produk susu bernutrisi untuk menambah asupan gizi.
(wis/gil)