Jakarta, CNN Indonesia -- Jaksa
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Kepala Dinas (Kadis) Bina Marga
Lampung Tengah, Taufik Rahman, dengan hukuman penjara selama dua tahun enam bulan. Selain itu, dia didenda senilai Rp200 juta atau subsider 4 bulan kurungan penjara.
"Menjatuhkan pidana penjara 2 tahun 6 bulan dan denda bulan 200 juta subsider 4 bulan penjara," kata Jaksa Ali Fikri dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (5/7).
Jaksa menilai Taufik ikut berperan dalam kasus korupsi terkait persetujuan rencana pinjaman daerah Lampung Tengah kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) Persero untuk perbaikan jalan dan kesediaan menandatangani pemotongan Dana Alokasi Umum (DAU).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menuntut supaya majelis hakim menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," ujar dia.
Menurut Ali, Taufik terbukti menyuap sejumlah anggota DPRD Lampung Tengah senilai Rp 9,6 miliar. Suap dilakuan bersama Bupati Lampung Tengah, Mustafa.
Hal yang memberatkan adalah perbuatan Taufik bertentangan dengan upaya pemerintah dan masyarakat yang saat ini gencar memberantas korupsi. Dia juga dinilai mencederai tatanan birokrasi yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.
Sedangkan alasan meringankan adalah Taufik berlaku sopan selama persidangan, dan mau berterus terang serta menyesali perbuatannya.
Perkara Taufik bermula ketika Pemkab Lampung Tengah berencana mengajukan pinjaman daerah sebesar Rp300 miliar pada PT SMI untuk perbaikan ruas jalan dan jembatan.
Sesuai PP 30/2011 tentang Pinjaman Daerah, wajib mendapatkan persetujuan DPRD. Oleh karena itu, Mustafa menyampaikan surat permohonan rencana pinjaman tersebut kepada DPRD Lampung Tengah.
Ternyata permohonan itu ditolak sejumlah fraksi di DPRD. Mustafa pun berinisiatif menemui Natalis yang mewakili fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) agar permohonan tersebut disetujui seluruh fraksi.
Kemudian Natalis meminta Mustafa menyediakan uang Rp5 miliar untuk diserahkan pada unsur pimpinan DPRD, ketua fraksi, dan anggota DPRD Lampung tengah. Permintaan itu disanggupi Mustafa.
Natalis juga sempat meminta tambahan sebesar Rp3 miliar untuk diberikan kepada Ketua DPD Demokrat, PDIP, Gerindra, kepada Mustafa agar permohonan tersebut disetujui.
Mustafa menyanggupi dengan mengumpukan uang dari para rekanan yang akan mengerjakan proyek tahun 2018 dengan biaya pinjaman daerah dari PT SMI. Uang itu akhirnya terkumpul hingga Rp12,5 miliar.
Melalui Kepala Dinas Bina Marga Lampung Tengah, Taufik Rahman uang itu dibagikan kepada Natalis sebesar Rp2 miliar, Ketua Komisi III DPRD Lamteng Raden Zugiri Rp1,5 miliar, anggota DPRD Lamteng Bunyana dan Zainuddin masing-masing Rp2 miliar dan Rp1,5 miliar, serta tambahan Rp495 juta bagi keduanya dan Natalis. Uang itu juga dibagikan kepada Ketua DPRD Lamteng Achmad Junaidi sebesar Rp1,2 miliar.
Setelah pemberian uang yang jumlah seluruhnya Rp 8,695 miliar, pimpinan DPRD Lampung Tengah mengeluarkan Surat Keputusan mengenai persetujuan rencana pinjaman daerah
PT SMI kemudian meminta Mustafa membuat surat kesediaan pemotongan DAU atau Dana Bagi Hasil (DBH) secara langsung apabila terjadi gagal bayar atas pinjaman daerah tersebut Permintaan itu pun disetujui Mustafa atas sepengetahuan pimpinan DPRD Lampung Tengah.
Perbuatan Natalis akhirnya tercium oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Atas perbuatannya, Natalis didakwa melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 11 UU Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sementara Taufik dinilai melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
(ayp/wis)