Jakarta, CNN Indonesia -- Kejaksaan menangkap buronan kasus korupsi proyek jalan tol Jakarta Outer Ringroad (JORR) seksi 'S' dari Pondok Pinang menuju Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Thamrin Tanjung.
Ia ditangkap di pusat perbelanjaan Cilandak Town Square (Citos), Jakarta Selatan, Selasa (10/7) sekitar pukul 21.50 WIB. Eksekusi dilakukan berdasarkan Putusan Mahmakah Agung Nomor 720K/Pid/2001 tanggal 11 Oktober 2001.
Thamrin merupakan terpidana kasus korupsi penerbitan Commercial Paper-Medium Term Note (CP-MTN) PT Hutama Karya dengan nilai Rp1,05 triliun dan US$471 juta. Ia divonis dua tahun penjara dan denda sebesar Rp25 juta subsider enam bulan penjara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo mengatakan eksekusi Thamrin merupakan bukti pihaknya tidak pernah menyerah mengejar buronan.
Ia juga berkata eksekusi ini merupakan jawaban atas segala kritik yang dilayangkan berbagai kalangan pada kinerja kejaksaan.
"Ini bukti bahwa kami tidak akan mendiamkan buronan. Jadi sekarang kalau ada pihak yang bersikap nyinyir, ya silakan saja yang penting kami jalan terus," ucap Prasetyo di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan pada Kamis (12/7).
Dia menerangkan kasus korupsi tol JORR 'S' menetapkan dua orang sebagai terpidana yakni dua petinggi PT Marga Nurindo Bhakti yakni Thamrin dan Tjokorda Raka Sukawati. Namun, lanjutnya, Tjokorda telah meninggal dunia.
Terkait kasus ini, Prasetyo menjelaskan pihaknya telah menyetorkan Rp1,2 triliun ke kas negara.
Kasus jalan tol JORR 'S' ini merupakan 'barang lama', tepatnya pada 1998 saat PT Jasa Marga mengambil alih aset yang sebelumnya merupakan barang sitaan negara atas ketidakmampuan oknum melunasi utang untuk pembangunan jalan tol kepada BNI.
Pihak yang berutang adalah PT Marga Nurindo Bhakti dengan mengambil kredit dari BNI senilai Rp2,5 triliun pada 1995. Kredit tersebut pada mulanya ditujukan untuk pembangunan toll JORR 'S'.
Namun, setelah diaudit dana pinjaman yang dipakai untuk pembangunan JORR 'S' hanya sebesar Rp1 triliun dan sisanya tidak diketahui mengalir ke mana.
Direktur PT Marga Nurindo Bhakti, Joko Ramiadji bekerja sama dengan PT Hutama Karya, menerbitkan CP-MTN senilai Rp 1,2 triliun secara bertahap dalam rentang 1994 hingga 1998.
Ternyata CP-MTN yang diterbitkan palsu dan PT Hutama Karya adalah oknum yang dirugikan dalam hal ini. Namun berdasarkan audit dana pembangunan tol bukan berasal dari CP palsu ini.
Ketidakmampuan PT Marga Nurindo Bhakti dalam mengembalikan pinjaman, menyebabkan tol disita dan proyek diambil alih oleh Badan penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang kemudian dikembalikan kepada negara, dalam hal ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Jasa Marga pada 1998.
Pada 11 Oktober 2001, Mahkamah Agung dalam putusannya menyatakan bahwa hak pengelolaan JORR 'S' diberikan pada PT Hutama Karya.
Namun, 15 September 2011, fatwa MA Nomor .39/KM/Pidsus/HK.04/IX/2001 memerintahkan JORR 'S' harus diserahkan kepada PT Marga Nurindo Bhakti.
Pada 6 Februari 2013, Kejaksaan Agung menyerahkan pengelolaan JORR 'S' kepada PT Marga Nurindo Bhakti dan PT Hutama Karya, selanjutnya pada 16 Maret 2016, Kejaksaan Agung melakukan tindakan yang berbeda dengan menyerahkan kepada PT Hutama Karya, sehingga terjadi kerancuan.
(ugo)