Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Ratna Dewi Petattolo menyatakan Provinsi Sulawesi Selatan menjadi daerah dengan jumlah dugaan pelanggaran tertinggi selama Pilkada serentak 2018. Dugaan pelanggaran tersebut terjadi sejak masa pendaftaran, kampanye, rekapitulasi suara, hingga hari ini, Kamis (12/7).
"Provinsi dengan jumlah temuan dan laporan tertinggi di Provinsi Sulawesi Selatan dengan jumlah 220 laporan dan 286 temuan pengawas pemilu," ucap Ratna di kantor Bawaslu, Jakarta, Kamis (12/7).
Dia mengatakan bahwa Bawaslu telah dan sedang memproses 3.133 dugaan pelanggaran. Dari jumlah itu, 291 di antaranya pelanggaran pidana. Kemudian, 853 pelanggaran administrasi dan 114 pelanggaran kode etik. Lalu, ada 712 pelanggaran hukum lainnya termasuk keterlibatan aparatur sipil negara atau pegawai negeri sipil.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jumlah dugaan kasus tersebut masih diproses Bawaslu. Sementara itu, Bawaslu telah selesai memproses 619 dugaan kasus yang tidak terbukti pelanggaran.
Jika ditilik dari urutan tahapan, Ratna mengatakan dugaan pelanggaran paling banyak terjadi di masa kampanye. Baik itu bersifat pidana, kode etik, maupun administrasi serta keterlibatan PNS.
"Tahapan kampanye dengan jumlah 1.333 temuan dan laporan pelanggaran," kata Ratna.
Bawaslu, lanjut Ratna, juga tengah menangani pelanggaran politik uang secara terstruktur, sistematis, dan masif di empat provinsi, di antarannya Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Tenggara, dan Gorontalo.
Kasus di Sumatera Selatan kini diproses di Bawaslu pusat. Kemudian, Lampung dan Gorontalo masih dalam tahap pemeriksaan saksi.
"Sulawesi Utara dalam proses pembacaan putusan," kata Ratna.
Proses Kasus Politik UangSelain itu, Bawaslu menyatakan bahwa pihaknya tengah memproses praktik politik uang yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif di empat provinsi, antara lain Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Utara, dan Gorontalo.
Ratna mengatakan dugaan kasus di Sumatera Selatan saat ini tengah di proses Bawaslu pusat. Kemudian di Lampung dan Gorontalo, masih dalam proses pemeriksaan saksi-saksi oleh Bawaslu setempat.
"Di Sulawesi Utara, dalam proses persidangan jelang pembacaan putusan," kata Ratna.
Namun, Bawaslu belum mau merinci pasangan calon yang diduga terlibat dugaan politik uang di empat provinsi tersebut.
Merujuk dari Peraturan Bawaslu Nomor 13 tahun 2017, mereka yang dapat diadili melalui persidangan di Bawaslu antara lain per orangan serta calon atau pasangan calon kepala daerah. Hal itu termaktub dalam Pasal 43 ayat (1), (2), dan (3).
Bawaslu dapat memberikan sanksi administrasi melalui putusan dalam persidangan jika yang bersangkutan terbukti melakukan praktik politik uang secara terstruktur, sistematis, dan masif.
Sanksi administrasi yang dimaksud berupa pembatalan pasangan calon yang dinyatakan terbukti bersalah sebagai peserta Pilkada 2018. Pasal 43 ayat (3) butir c.
Apabila pasangan calon yang diadili dan diberikan sanksi administrasi melalui putusan dalam persidangan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) wajib menindaklanjuti. Dengan kata lain, KPU wajib menghapus pasangan calon dari kepesertaan Pilkada 2018. Mekanisme tersebut dijelaskan dalam Hal itu tertuang dalam Pasal 45 ayat (1).
Mengenai dugaan kasus politik uang di Lampung, PDI Perjuangan sempat angkat suara. Ketua DPP PDIP Idham Samawi, sama seperti yang diutarakan Bawaslu, menuding ada praktik politik uang secara terstruktur, sistematis dan masif.
"Kekuatan kapital yang muncul dan digerakkan oleh korporasi raksasa di Lampung untuk melakukan kontrol atas tanah dan menghisap kekayaan Lampung, telah membunuh demokrasi," ujar Idham melalui siaran pers, Senin lalu.
Diketahui, pasangan calon Arinal Djunaidi-Chusnunia berhasil mengalahkan petahana gubernur-wakil Gubernur Lampung Muhammad Ridho Ficardo-Bachtiar Basri.
Arinal-Chusnunia, yang diusung PPP, Gerindra, Demokrat memperoleh 37,05 persen suara. sementara Ridho-Bachtiar, yang diusung koalisi Golkar PAN PKB hanya mampu meraih 24,97 persen suara.
(osc)