Jakarta, CNN Indonesia -- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta membuka posko pengaduan bagi korban maupun keluarga korban
operasi pengamanan Asian Games 2018. Posko itu dibuka setelah ada aduan dari warga yang khawatir dengan instruksi tembak mati pelaku kriminal.
Kapolda Metro Jaya Idham Azis telah memerintahkan jajarannya untuk menembak mati pelaku begal dan jambret pada 4 Juli lalu. Instruksi itu lantas berujung pada penangkapan sekitar 2.000 orang, 320 di antaranya ditetapkan sebagai tersangka. Dalam operasi ini sebanyak 52 orang ditembak oleh polisi, 11 di antaranya tewas.
Kapolri Jendral Tito Karnavian menyatakan pihaknya tengah menggelar operasi besar-besaran guna memberantas terorisme dan kejahatan jalanan jelang Asian Games 2018.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengacara publik LBH Jakarta Shaleh Al Ghifari menceritakan selama operasi itu berlangsung, muncul kekhawatiran dari sebagian warga. Ghifari mengatakan setidaknya ada dua aduan yang mereka terima.
Aduan pertama datang pada 6 Juli lalu. Ghifari mengaku pihaknya dihubungi oleh anggota keluarga pelaku kasus jambret. Sang pelapor mengadu karena takut anggota keluarganya yang sedang dikejar polisi ditembak mati.
"Lewat telepon dari pihak keluarga, dia
jelasin peristiwanya, dia
jelasin ketakutannya, kepolisian mana yang menangkap," tutur Ghifari di kantor LBH Jakarta, Rabu (18/7).
Aduan kedua datang dari orang tua yang melaporkan rumahnya digeledah. Petugas yang menggeledah saat itu sedang mencari keberadaan anak yang dituduh melakukan aksi pencurian dengan kekerasan.
Padahal saat itu, sang orang tua menuturkan bahwa anaknya sedang ditahan di lapas narkoba di Tangerang.
"Yang konyol mereka berusaha menangkap tapi yang mau ditangkap sedang ditahan," tukas Ghifari.
Polri melakukan simulasi pengamanan berstandar internasional untuk mengamankan Asian Games di Istora, Jakarta (18/7). (CNN Indonesia/Hesti Rika) |
Kepala Bidang Advokasi Fair Trial LBH Jakarta Arif Maulana menyebut dua aduan itu cukup beralasan untuk membuka posko pengaduan bagi warga terkait operasi besar-besaran jelang Asian Games 2018. Berkaca pada hal itu, Arif menduga ada kekhawatiran warga lainnya akibat potensi kesalahan prosedur kepolisian.
"Makanya kami mencoba meyakinkan warga dengan membuka posko untuk mendampingi warga yang memang merasa jadi korban ketidakadilan karena itu hak asasi warga negara untuk memperoleh jaminan pengadilan hukum yang adil," jelasnya.
Menurut Arif, ada potensi kesalahan prosedur dari kepolisian jika merujuk riwayat kasus yang ditangani LBH Jakarta.
Ia mengatakan sejak 2013-2016 LBH Jakarta menangani 37 kasus penyiksaan yang semua pelakunya adalah polisi. Beberapa kasus itu sudah dilaporkan ke Propam dan terbukti ada personel yang bersalah.
"Data ini dari korban, mereka yang mengadu ke kami dan diproses ke pengadilan, sebagian sudah berkekuatan tetap," katanya.
LBH Jakarta tidak menetapkan batas waktu operasional posko pengaduan terkait operasi pengamanan Asian Games ini..
(pmg/gil)