Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua DPR
Fahri Hamzah menyatakan pemerintah berpotensi melakukan pembohongan publik karena mengklaim sudah menguasai 51 persen saham PT
Freeport Indonesia.
Menurutnya, langkah pemerintah melakukan divetsasi terhadap PT Freeport Indonesia masih merupakan kesepakatan awal.
Fahri mengibaratkan klaim pemerintah seperti sebuah 'lamaran' dalam sebuah pernikahan. Pemerintah, kata dia, belum masuk ke dalam tahap 'menikah' dengan PT Freeport Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu bisa menjadi kebohongan publik karena istilahnya baru salaman, dia menganggapnya sudah selesai urusan. Istilahnya baru lamar-lamaran," ujar Fahri di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (10/7).
Fahri menuturkan kebohongan pemerintah juga terkait dengan dana divestasi PT Freeport Indonesia. Ia berkata pemerintah tidak memiliki anggaran untuk membeli saham tersebut.
Bahkan, Fahri menyakini klaim pemerintah bahwa bank BUMN akan menggelontokan dana untuk membeli saham tersebut hanya sebuah pepesan kosong.
"BUMN itu sekarang kalau dituang sudah tidak ada isinya. Ibarat handuk, (BUMN) sudah kering banget tidak ada airnya. Nah sekarang mau (BUMN) disuruh (beli saham PT Freeport Indonesia), tidak bisa," ujarnya.
Pemerintah Terburu-buruLebih dari itu, Fahri juga menyindir pemerintah karena tidak sepenuhnya melakukan divestasi. Sebab ia menyebut divestasi PT Freeport Indonesia menggunakan utang.
"Artinya ngutangnya itu jadi beban, bunga utangnya juga jadi beban. Pemerintah ini sudah tidak paham bahwa kita ini sudah makin mengerti juga soal-soal begini dan transparansi itu yang harus diungkapkan," ujarnya.
Fahri menilai pemerintah pun terlalu terburu-buru melakukan divestasi terhadap PT Freeport Indonesia. Padahal, ia mengaku beberapa sumber menyebut saham PT Freeport Indonesia turun dalam beberapa tahun ke depan jika pemerintah terus melakukan tekanan.
"Jadi sekarang ini karena pemerintah sudah memperpanjang komitmen sampai 2041, justru harga sahamnya Freeport itu naik. Karena harga sahamnya naik, pemerintah juga harus beli mahal yang 51% itu," ujar Fahri.
(osc/gil)