Jakarta, CNN Indonesia --
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan mereka bisa membuktikan rumor praktik 'jual beli' sel di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas)
Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Bahkan kabarnya kamar-kamar itu dilego hingga ratusan juta rupiah kepada narapidana berkocek tebal.
"(Tarif) Itu salah satu yang sedang kami teliti, berapa seseorang membayar. Informasi awal ada rentang, sekitar Rp200 hingga 500 juta per kamar," kata Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif, dalam jumpa pers di Jakarta, Sabtu (21/7).
Menurutnya, berdasarkan hasil penyelidikan KPK diketahui bahwa kamar-kamar yang berada di Lapas Sukamiskin memiliki fasilitas yang berbeda-beda. Bahkan, setiap narapidana dapat menambah fasilitas di dalam kamarnya dengan memberikan sejumlah uang sesuai tarif yang ditetapkan. Padahal seharusnya fasilitas antara sel napi korupsi dan pidana lain tetap sama.
Fasilitas-fasilitas yang bisa ditambahkan itu antara lain pendingin ruangan (AC), disepenser, televisi, kulkas, telepon seluler, hingga mendapatkan jam besuk lebih lama dibandingkan narapidana lain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Misalnya dia mau ditambah fasilitas harus dibayar," ujarnya.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang juga membenarkan perihal penambahan uang bagi narapidana yang ingin mendapatkan fasilitas tambahan di kamarnya tersebut.
Menurutnya, praktik jual beli fasilitas di Lapas Sukamiskin ini dimainkan oleh seseorang yang menjadi penghubung antara narapidana dengan kepala Lapas Sukamiskin. Ia menyebut penghubung ini adalah narapidana tindak pidana umum yang menjadi tahanan pendamping di Lapas Sukamiskin
"Mau nambah apa itu ada tambahan lagi, mau nambah ini, itu tambah lagi. Itu ada penghubung menuju ke Kalapas, ada seseorang yang bisa ke mana-mana, tapi statusnya terpidana biasa," ucapnya.
Dalam perkara ini, Kepala Lapas Sukamiskin Wahid Husen dan stafnya, Hendry Saputra, ditetapkan sebagai penerima suap. Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 atau Pasal 128 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-l KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan narapidana kasus suap Badan Keamanan Laut, Fahmi Darmawansyah, serta tahanan pendamping merupakan napi pidana umum, Andri Rahmat, ditetapkan sebagai pemberi suap. Mereka disangkakan melanggar pasal S ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-l KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(ayp)