JK di Bayang-bayang Rasionalitas Publik soal Cawapres

Priska Sari Pratiwi | CNN Indonesia
Selasa, 24 Jul 2018 10:52 WIB
Pengamat politik menyayangkan langkah JK menjadi pihak terkait dalam gugatan jabatan capres-cawapres oleh Perindo. JK diminta menjadi contoh regenerasi politik.
Wapres Jusuf Kalla telah diajukan sebagai pihak terkait uji materi UU Pemilu yang dilayangkan Perindo ke Mahkamah Konstitusi. (CNN Indonesia/Hesti Rika Pratiwi)
Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK) pekan lalu mengajukan diri sebagai pihak terkait gugatan Partai Perindo soal masa jabatan presiden dan wakil presiden di Mahkamah Konstitusi (MK).

Partai yang dipimpin Hary Tanoesoedibjo itu menggugat pasal 169 huruf n UU 7/2017 tentang Pemilu yang menjelaskan bahwa capres dan cawapres, bukan orang yang pernah menjabat lebih dari dua kali masa jabatan.

Dalam gugatannya, Perindo meminta pembatasan masa jabatan presiden dan wapres hanya berlaku jika dilakukan dalam periode berturut-turut. Sementara dalam beleid tersebut ditulis, 'Belum pernah menjabat sebagai presiden atau wakil presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama'.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Aturan itu dianggap Perindo menghalangi JK maju kembali sebagai cawapres dalam pilpres 2019 mendampingi Joko Widodo. Pasalnya, JK telah dua kali menjabat yakni pada 2004-2009 saat menjadi wapres Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan 2014 hingga 2019 mendatang sebagai wapres Jokowi.

Pengamat politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedillah Badrun menilai pengajuan diri JK sebagai pihak terkait dalam gugatan Perindo sebagai langkah tak cerdas. Pasalnya, kata Ubedillah, JK selama ini dikenal sebagai pemimpin yang cerdas dan mampu menangkap rasionalitas publik.

"Pengajuan sebagai pihak terkait dalam gugatan Perindo ini adalah langkah yang kurang cerdas dan tidak mampu memahami rasionalitas publik karena mereka tentu menolak kekuasaan tanpa batas," katanya.

Ubedillah menjelaskan aturan tentang pembatasan masa jabatan presiden dan wapres berawal dari semangat utama gerakan reformasi 1998. Sebab sebelum ada aturan tentang pembatasan masa jabatan tersebut, mantan Presiden Soeharto dengan leluasa berulang kali menjabat hingga 32 tahun.

"Rakyat banyak dirugikan akibat perilaku penguasa yang cenderung otoriter rezim, berkuasa tanpa batas," tegasnya.

Artinya, lanjut Ubedillah, pengajuan diri JK sebagai pihak terkait dalam gugatan tersebut seolah menunjukkan iktikad melawan spirit gerakan reformasi 1998, bahkan UUD 1945.


JK sendiri hingga saat ini dinilai masih mampu mendongkrak elektabilitas jika dipasangkan kembali dengan Jokowi pada Pilpres 2019. Pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Erwan Agus Purwanto mengatakan, JK berpeluang besar dipilih kembali jika gugatan tersebut dikabulkan MK.

"JK mungkin jadi pilihan Jokowi karena elektabilitasnya tinggi. Kemudian kerja sama keduanya juga sudah terbukti selama lima tahun. Ini tentu pilihan mudah bagi Jokowi," ujar Erwan kepada CNNIndonesia.com.

Kendati demikian, lanjutnya, banyak faktor yang harus dipertimbangkan bagi Jokowi jika kembali memilih JK. Salah satunya adalah persoalan regenerasi. Menurut Erwan, JK sebaiknya menjadi contoh agar posisi dalam pemerintahan tak dijabat orang yang sama secara terus menerus. Ia lantas membandingkan JK dengan keputusan Presiden ke-3 RI, BJ Habibie, yang saat itu tak kembali mencalonkan diri meski berpeluang menduduki kursi RI-1.

"Harusnya Pak JK bisa jadi contoh bahwa jabatan ini sudah cukup, sehingga ada regenerasi," katanya.

Peluang JK Dipilih Kembali Jokowi dari Gugatan MKBJ Habibie memilih tak maju pilpres meski punya peluang jadi presiden pada era reformasi. (CNN Indonesia/Andry Novelino)
Terlepas dari hal itu, Erwan menegaskan, pengajuan JK sebagai pihak terkait merupakan hak mantan Ketua Umum Partai Golkar tersebut. Apalagi JK menjadi pihak yang berkepentingan langsung dengan gugatan tersebut.

"Secara etik memang semua warga negara boleh mengajukan. Tapi ini tantangan juga, karena tidak selalu hal yang boleh itu harus dilakukan kan," tutur Erwan.

Terkait gugatan di MK tersebut, Juru Bicara Wapres JK, Husain Abdullah kemarin mengatakan yang dilakukan tersebut bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan kepastian hukum ke depannya.

"Jadi siapapun nanti yang mengalami kasus sama, patronnya sudah ada karena MK buat keputusan terkait uji materi ini," katanya.

Husain menyatakan pengajuan diri jadi pihak terkait itu merupakan bentuk pengabdian diri JK dalam membantu proses uji materi di MK. Sementara terkait dukungan pada JK sebagai cawapres adalah urusan masing-masing partai.

Husain memastikan JK telah menyampaikan pengajuan diri sebagai pihak terkait di MK pada Jokowi.

Kedudukan Hukum Lemah

Di sisi lain, gugatan yang diajukan Perindo itu dinilai berpeluang kecil dikabulkan MK. Ketua Lembaga Peneliti Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Veri Junaidi mengatakan Perindo tak memiliki legal standing atau kedudukan hukum yang sah untuk mengajukan gugatan tersebut.

Hal ini serupa dengan gugatan yang pernah diajukan sekelompok masyarakat yang mengklaim sebagai 'penggemar' JK ke MK. Gugatan mereka saat itu ditolak karena dianggap tak punya legal standing.

"Yang punya potensi (menggugat) itu sebenarnya Pak JK sendiri. Dia punya alasan kuat karena berkepentingan langsung," ucap Veri.

Perindo pun dianggap tak memiliki legal standing, karena bukan parpol peserta pemilu yang berhak mencalonkan presiden dan wapres untuk Pilpres 2019.

"Jadi yang berhak mencalonkan itu kan parpol peserta pemilu sebelumnya, sementara posisi Perindo hari ini sebagai partai baru dia tidak punya hak untuk itu," terangnya.

Dalam putusan MK sebelumnya juga telah menjelaskan bahwa pihak yang berpotensi mengalami kerugian dan dapat mengajukan gugatan tersebut adalah partai politik yang memenuhi syarat untuk mengusung capres dan cawapres. Bahkan dari sejumlah putusan MK merinci bahwa partai politik yang berhak mengajukan adalah mereka yang tidak ikut membahas UU Pemilu di DPR.

Namun Veri mengatakan keputusan akhir gugatan tersebut sepenuhnya menjadi kewenangan MK. Putusan itu diyakini akan memberi kepastian hukum bagi siapapun pihak yang merasa 'terhambat' dengan beleid tersebut.

"Mudah-mudahan gugatan ini dipercepat prosesnya. Apalagi ini momentumnya jelang pencalonan, sehingga MK segera bisa memutuskan perdebatan dua periode ini," katanya.

Terkait pencalonan presiden dan wakil presiden untuk Pemilu tahun depan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) membuka masa pendaftaran bakal capres-cawapres pada 4-10 Agustus mendatang.

Sejauh ini, dua kandidat hampir dipastikan bakal bersaing mengulang pertarungan Pilpres 2014 yakni antara Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto dan Presiden petahana RI Joko Widodo (Jokowi).

(kid/gil)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER