Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Sosial (Kemensos) menyebut bencana
kelaparan terparah hingga saat ini baru terjadi di Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Namun, Provinsi Nusa Tenggara Timur juga sebenarnya rawan pangan dan kekeringan karena faktor cuaca.
"Daerah Maluku, NTT (Nusa Tenggara Timur) sebenarnya rawan (pangan) dan kekeringan. Juga di daerah-daerah yang notabene ekstrem cuacanya seperti Papua dan Papua Barat," kata Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam Kemensos Margowiyono, kepada CNNIndonesia.com, Kamis (26/7).
Minimnya curah hujan penyebab kekeringan yang melanda NTT, kata Margo mempengaruhi hasil kebun bercocok tanam warga. Perkebunan di NTT antara lain terdiri dari tanaman padi, serta tanaman palawija seperti jagung dan umbi-umbian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena dia tergantung alam, alamnya kering mempengaruhi ke kebun hasil cocok tanam dia," kata Margo.
Margo pun mengaku sudah turun langsung ke Kabupaten Sumba Timur di NTT. Menurutnya, pemerintah daerah (pemda) setempat sudah mengantisipasi ancaman ketahanan pangan dan air di sana. Salah satunya dengan penyediaan cadangan beras pemerintah (CBP).
Berdasarkan Permensos 12/2012, bupati/walikota berwenang menggunakan CBP untuk penanganan tanggap darurat akibat bencana yang terjadi di wilayahnya paling banyak 100 ton dalam kurun waktu satu tahun.
"Di NTT belum ada laporan seperti Maluku. Hanya antisipasi kalau kekeringan ada di daerah tersebut," kata Margo.
Korban Kelaparan Sulit BeradaptasiTerkait bencana kelaparan di Kecamatan Seram Utara Timur Kobi, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku yang memakan korban jiwa, Margo menyebut warga setempat berasal dari suku terpencil.
Mereka yang berlatar belakang suku Mausu Ane itu, kata Margo, sulit membuka diri dengan budaya masa kini.
"Dia kan Komunitas Adat Terpencil (KAT), ada budaya dan kearifan lokal yang dia belum bisa terima sehingga dia menutup diri," kata Margo.
Dengan kondisi geografis yang sulit, Margo menyebut tim Kemensos butuh waktu tiga hari tiga malam untuk menyalurkan bantuan.
"Bisa bayangkan dia masih model (suku pedalaman) Papua, belum mau berpakaian, seperti suku Dalam Anak Jambi yang hanya tergantung pada alam," kata Margo.
(ayp/asa)