Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Sosial
Idrus Marham mengaku mendapat 20 pertanyaan dari penyidik KPK saat diperiksa sebagai saksi kasus suap pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-I. Ia mengaku tak tahu perihal uang suap kasus itu.
"Secara keseluruhan, pertanyaan-pertanyaan yang ada sekitar hampir 20 pertanyaan, itu yang disampaikan kepada saya tadi secara keseluruhan," ujar dia, yang merupakan politikus Partai Golkar itu, usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Kamis (26/7).
Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan pemegang saham Blackgold Natural Recourses Limited Johannes B Kotjo sebagai tersangka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kotjo disebut memberikan uang suap kepada Eni secara bertahan senilai Rp4,8 miliar sejak 2017.
Rinciannya, Rp2 miliar pada Desember 2017, Rp2 miliar pada Maret 2018, Rp300 juta pada Juni 2018, dan terakhir Rp500 juta pad Juli 2018.
Eni, yang juga politikus Partai Golkar, ditangkap KPK saat menghadiri ulang tahun anak Idrus di rumah dinasnya, di Jakarta, 13 Juli. Saat itu, KPK menyebut Eni menerima uang suap tahap terakhir.
 Tersangka suap yang juga Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih, di gedung KPK, Jakarta, Senin (24/7). ( ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A) |
Idrus membantah bila kedatangan Eni ke rumah dinasnya itu bertujuan untuk mengantarkan uang Rp500 juta. Uang itu disebut berasal dari Kotjo melalui stafnya Tahta Maharaya.
"Silakan tanya semua kepada penyidik, apakah ada korelasinya atau tidak. Yang pasti, Ibu Eni pada hari ulang tahun anak saya datang tidak membawa kado. Tidak membawa apa-apa," tepis dia.
Meski begitu, Idrus mengaku memiliki kedekatan dengan Eni maupun Kotjo, yang merupakan pemimpin Apac Group.
"Saya kira para politisi di republik ini tahu pergaulan saya luas. Ibu Eni saya deket, pak Kotjo saya deket. Jadi semua komunikasi saya dekat," dalihnya.
Selain memeriksa Idrus, penyidik KPK turut memeriksa Corporate Secretary PT Pembangkitan Jawa-Bali Investasi (PJBI) Lusiana Ester, Direktur Keuangan PJBI Amir Faisal, dan Direktur Operasional PJBI Dwi Hartono.
Amir Faisal usai diperiksa penyidik KPK mengaku dicecar dengan sekitar 50 pertanyaan. Namun, Amir menolak membeberkannya.
 Johannes B Kotjo, tersangka suap, di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (14/7). ( CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan) |
"Ya kira kira segitu [50 pertanyaan]. Tanya penyidiknya saja," ujarnya.
Sementara itu, Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan bahwa pemeriksaan terhadap sejumlah pejabat PT PJBI itu dilakukan untuk mendalami pembahasan proyek PLTU Riau-I antara PT PJBI dengan perusahaan lain yang terlibat.
"KPK mengonfirmasi terkait dengan pembahasan proyek PLTU Riau-1 antara PT PJBI dan perusahaan lain," kata Febri.
Proyek PLTU Riau-I merupakan proyek penunjukkan langsung yang diserahkan pada anak usaha PLN, PT Pembangkitan Jawa-Bali sejak dua tahun lalu. Proyek ini masuk dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2017.
PT PJB kemudian menggandeng Blackgold Natural Recourses Limited, anak usaha BlackGold PT Samantaka Batubara, China Huadian Engineering, dan PT PLN Batu Bara untuk menggarap pembangunan PLTU Riau-I.
(arh/sur)