Jakarta, CNN Indonesia -- Sejak diguncang gempa 6,4 Skala Richter pada Minggu (29/7), masyarakat Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) masih merasakan guncangan gempa dengan intensitas cukup tinggi. Hingga pukul 08.00 WITA pada Senin (30/7), tercatat 276 gempa dengan kekuatan ringan terus terjadi.
"Gempa susulan terjadi di kisaran kedalamannya 5-10 km. Cukup dangkal," kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho dalam konferensi pers di Kantor BNPB pada Senin (30/7).
Sutopo mengungkap bahwa tak ada gempa susulan yang kekuatannya lebih besar dari gempa induk. Intensitasnya juga semakin lama semakin berkurang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Sutopo, gempa susulan sangat wajar terjadi pasca gempa besar karena ada pelepasan energi dari dalam bumi. Dia juga mengatakan bahwa masih ada kemungkinan gempa susulan berbahaya terjadi.
"Gempa itu tidak bisa diprediksi di mana titiknya dan kapan. Kalau dibilang masih mungkin atau tidak ada gempa, ya, masih mungkin. Tapi, dari yang kejadian-kejadian yang sebelumnya biasanya gempa susulan tidak akan lebih besar dari gempa induk," kata dia.
Sutopo melaporkan bahwa Gubernur NTB Zainul Majdi menetapkan status Tanggap Darurat Penanganan Bencana selama 5 (lima) hari terhitung sejak tanggal 29 Juli 2018 hingga 2 Agustus 2018. Status tersebut masih mungkin diperpanjang jika kondisi belum membaik.
Rusak Rumah WargaGempa 6,4 Skala Richter pada Minggu (29/7) pagi di NTB lebih banyak merusak perumahan warga ketimbang fasilitas publik seperti rumah sakit atau tempat ibadah.
Sutopo mendata hanya enam rumah sakit terdampak gempa, masing-masing yakni dua rumah sakit di Mataram, Sumbawa Barat dan Lombok Barat. Sementara rumah masyarakat yang rusak berat mencapai ribuan.
"Jumlah rumah yang rusak sampai tadi pagi terhitung mencapai 1.454 sedangkan fasilitas pendidikan hanya tujuh, fasilitas ibadah yang rusak mencapai 22, jembatan yang rusak hanya satu," kata Sutopo.
"Ini menunjukkan kebanyakan bangunan yang terdampak adalah rumah warga," imbuh dia.
Sutopo menuturkan ada beberapa faktor penyebab banyaknya rumah warga yang rusak. Misalnya, kata dia, masih banyak warga yang tidak membangun rumah berdasarkan konstruksi tahan gempa. Mereka kurang menyadari bahwa Indonesia adalah wilayah yang sangat rawan gempa.
"Permasalahannya orang Indonesia tidak memiliki rumah tahan gempa apalagi bagi masyarakat di desa desa dengan kondisi ekonominya lemah," jelas Sutopo.
Ditambah lagi, tak ada regulasi yang mengharuskan masyarakat membangun rumah tahan gempa. Tak banyak pula pekerja bangunan yang mengerti konstruksi tahan gempa.
"Itu juga yang menyebabkan setiap gempa selalu menelan banyak korban dan korban jiwa," tutur dia.
(wis/asa)