Jakarta, CNN Indonesia -- Direktorat Tindak Pidana Siber Badan Reserse Kriminal (Dittipidsiber Bareskrim) Polri menciduk remaja
peretas situs Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jawa Barat.
Kepala Subdirektorat I Dittipidsiber Bareskrim Komisaris Besar Dany Kustoni mengatakan pelaku adalah Zimia alias DW alias My Name is OX (16). Pelaku ditangkap di kediaman orangtuanya di Kabupaten Bandung, Rabu (11/7) silam.
"Unit IV Subdit I Dittipidsiber mengungkap kasus tindak pidana
defacing terhadap website KPU dengan alamat https://ppid.kpu.go.id/?idkpu=3200 yang dilakukan oleh Zimia," kata Dany saat memberikan keterangan pers di kantor sementara Dittipidsiber Bareskrim, Jakarta Pusat pada Selasa (31/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, motif peretas adalah hanya karena iseng karena kegemaran menyaksikan film peretasan dan mencoba mengikuti dengan melakukan pencarian menggunakan
query tertentu.
 Kantor Bareskrim Polri. ( CNN Indonesia/Martahan Sohuturon) |
Penyidik juga menyita sejumlah barang bukti dari tangan tersangka. Yakni, satu bundel cetakan cuplikan layar atau
screen shot dari halaman situs KPU Jawa Barat, satu unit telepon seluler, dua buah kartu telepon, dua buah kartu penyimpan data dengan kapasitas 8
gigabyte, serta satu unit
flashdisk dengan kapasitas 8
gigabyte.
"Dari barang bukti dan petunjuk yang didapatkan, informasi tersangka memiliki pengalaman hacking terhadap ratusan situs yang dikelola pemerintah maupun swasta di dalam dan luar negeri hanya dengan mempelajari secara otodidak," tutur Dany.
Pelaku dijerat dengan Pasal 46 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) juncto Pasal 30 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3), Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1), Pasal 49 juncto Pasal 33 UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan/atau Pasal 50 juncto Pasal 22 huruf b UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
Ancamannya adalah pidana penjara maksimal 10 tahun dan/atau pidana denda maksimal Rp10 miliar.
 Tersangka peretas situs Bawaslu, beberapa waktu lalu. ( CNN Indonesia TV) |
Lantaran tersangka tergolong masih kanak-kanak, lanjut Dany, penyidik melakukan upaya diversi atau pengalihan hukum. Kepolisian melibatkan pelapor dan Balai Pemasyarakatan Klas I Bandung, Panti Sosial Marsudi Putra Handayani Kementerian Sosial, dan penasihat hukum anak.
Diketahui, UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) mewajibkan mekanisme diversi. Syaratnya, anak tersebut diancam dengan penjara di bawah tujuh tahun dan itu bukan kejahatannya yang berulang.
Bentuknya, musyawarah dengan pihak-pihak terkait. Termasuk, orangtua pelaku dan korban.
(arh/gil)