MUI di Pusaran Politik dan Imbauan Moral Pencegah Konflik

Kustin Ayuwuragil | CNN Indonesia
Selasa, 07 Agu 2018 06:34 WIB
MUI dinilai tak perlu ikut campur dalam perang tagar dan isu pencapresan, di sisi lain dianggap masih punya peran sebagai pemberi imbauan mencegah konflik.
Ilustrasi MUI. (Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Imbauan dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat terkait acara deklarasi #2019GantiPresiden. MUI mengimbau acara tersebut dan acara yang berlawanan untuk tidak digelar karena berpotensi memecah belah masyarakat. MUI Pusat mendukung imbauan ini. 

Namun meski niatnya dinilai baik, Majelis Ulama Indonesia dinilai tak perlu ikut serta dalam polemik tersebut. Sebab, itu seharusnya jadi ranah Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Bukan cuma soal imbauan gerakan pro kontra 2019 Ganti Presiden, jelang pemilu 2019, MUI, pusat maupun daerah, mengeluarkan sejumlah pernyataan yang bernuansa politik.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sekretaris MUI Sulawesi Selatan  HM Renreng misalnya yang sebelumnya dikabarkan menolak hasil Ijtima Ulama soal pencapresan Prabowo Subianto dengan rekomendasi dua cawapres, Salim Segaf Al Jufri dan Abdul Somad. Belakangan kabar ini dibantah oleh Ketua MUI Sulsel Sanusi Baco.

Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin (tengah) dan Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid (kiri), di Kantor MUI, Jakarta, Kamis (5/4).Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin (tengah) dan Wakil Ketua Umum MUI Zainut Tauhid (kiri), di Kantor MUI, Jakarta, Kamis (5/4). (ANTARA FOTO/Budi)

Pengamat Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Adi Prayitno mengaku tak setuju MUI masuk ke ranah perang tagar sebuah gerakan politik. Menurutnya semestinya Badan Pengawas Pemilu dan Komisi Pemilihan Umum yang mengeluarkan imbauan ini.


"Cuma saya memahami kenapa MUI harus ngomong begini. MUI ini melakukan tindakan inisiatif saja untuk mengantisipasi tindakan-tindakan yang tidak di inginkan," ujarnya.

MUI Jabar misalnya yang menurut Adi bisa dilihat konteks politik lokal bahwa warga Jawa Barat baru saja memiliki Gubernur terpilih Ridwan Kamil yang kadung dilekatkan dengan para pendukung Jokowi.

Hadirnya deklarasi #2019GantiPresiden, kata Adi, dikhawatirkan bisa memancing provokasi. Seruan MUI Jabar pun dikeluarkan sebagai antisipasi terjadinya keributan.

"MUI, meskipun lembaga keagamaan, sepertinya agak sedikit offside, tapi niat baiknya harus kita apresiasi,"

Adi pun menilai gerakan-gerakan tagar yang terkait Pilpres 2019 ini sudah seharusnya diakhiri.

"Sudahlah setop semua yang tagar-tagar itu, mestinya [pesan] itu yang harus ditangkap. Saya sih tidak terlampau setuju MUI melakukan [seruan] itu, tapi kalau itu [perang tagar] di-biarin memang ribut pasti," papar Adi.

Terpisah, Wakil Ketua SETARA Institute Bonar Tigor Naipospos menilai bahwa pernyataan MUI didasarkan oleh kecemasan akan terjadinya perpecahan di tubuh umat karena perbedaan pandangan politik.

"Pendapat pimpinan MUI Sulsel mewakili sebagian kalangan Islam yang mencemaskan terjadi perpecahan di tubuh umat karena perbedaan politik," ucapnya.

"Mereka melihat bahwa pihak-pihak yang sekarang sedang berkompetisi dalam politik sama-sama memperjuangkan kebangsaan dan keislaman. Tidak ada yang berbeda secara signifikan," sambung Bonar.

Dia sendiri memandang bahwa pernyataan MUI yang bernuansa politik itu wajar. Syaratnya, bukan pernyataan politik kuasa, melainkan terkait nilai-nilai politik universal yang membawa kebaikan kepada seluruh warga, termasuk kepada non-muslim.

"Ini konsekuensi dari pilihan bahwa Indonesia bukan negara agama tapi juga bukan negara sekuler. Jadi kalau MUI mengeluarkan fatwa yang 'bersinggungan' dengan politik adalah sesuatu yang bisa dibenarkan sepanjang itu membawa kebaikan bagi bersama," lanjutnya.


Dampak Besar


MUI, yang dibentuk sejak 1976, adalah lembaga swadaya masyarakat yang mewadahi para ulama, zu'ama, dan cendekiawan Islam dari seluruh penjuru Indonesia dengan tujuan utama untuk membimbing dan mengayomi kaum muslimin di Tanah Air.

Di dalam tubuh MUI, seluruh umat dengan segala kemajemukan dan keragaman pandangan diwadahi. Dari sejarah pembentukannya, MUI dibentuk oleh ormas Islam seperti NU, Muhammadiyah, Syarikat Islam, Perti, hingga DMI, dan Dinas Rohani Islam POLRI dan TNI.

Produknya bisa berupa fatwa, rekomendasi, hingga sertifikasi produk halal. Sifatnya tidak ada yang mengikat secara konstitusional kepada warga.

Kaus #2019GantiPresiden dijual di acara Rapat Kerja Nasional Bidang Hukum dan Advokasi DPP Partai Gerindra, di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (5/4).Kaus #2019GantiPresiden dijual di acara Rapat Kerja Nasional Bidang Hukum dan Advokasi DPP Partai Gerindra, di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (5/4). (CNN Indonesia/Feri Agus Setyawan)
"Memang tidak ada suatu hal yang mengikat bahwa untuk menghentikan orang demo ini kan tidak ada dalam kewenangan MUI dan tidak diatur. Jadi himbauan ini adalah sifatnya moral politik aja," sambung Adi.

Namun, Bonar menilai fatwa atau imbauan MUI dalam konteks politik tetap dapat berdampak. Hal itu tergantung dari kompetisi politik yang sedang berlangsung.

Misalnya, saat Pilkada DKI Jakarta 2017 dimana MUI mengeluarkan pernyataan soal penghinaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Hasilnya, massa dalam jumlah besar berdemo dengan amarah. Kekalahan pun didapat Ahok.

"Tetapi untuk Jokowi dan Prabowo, meskipun keduanya dari pihak kebangsaan, pengunaan politik identitas mustinya tidak berdampak signifikan. Apalagi di kubu keduanya adalah pihak keislaman yang mendukung," tukas Bonar.

(arh/sur)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER