Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) telah melakukan pemantauan penyelenggaraan Pilkada serentak tahap tiga pada 27 Juni lalu. Dalam menjalankan tugasnya, Komnas HAM menemukan beberapa temuan, salah satunya adalah masih belum meratanya pemenuhan hak bagi penghuni lembaga pemasyarakatan alias lapas dan juga rumah sakit.
Komnas HAM menemukan bahwa pemilih di rumah tahanan dan warga binaan mendapat perlakuan yang berbeda beda meskipun dengan alasan yang sama terkait dengan persyaratan pencoblosan. Beberapa daerah seperti di Kalimantan Timur dan Jawa Tengah, penghuni lapas mendapatkan fasilitas yang baik dan ada penambahan pemilih yang signifikan.
"Sedangkan di Sumatera Utara, Kalimantan Barat, Jawa Timur dan Jawa Barat masih terjadi persoalan dengan kekakuan regulasi," ujar Wakil Ketua Komnas HAM selaku ketua Tim pemantauan Pilkada, Hairansyah dalam konferensi pers yang digelar hari ini di Kantor Komnas HAM, Senin (6/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di Rutan Medaeng Jawa Barat, terdapat 2700 penghuni namun hanya 24 orang saja yang terdaftar dalam DPT. Pada akhirnya, hanya 446 orang yang mencoblos di rutan ini menggunakan KTP di tempat.
Sementara, LP Medan yang menjadi rumah dari 3.244 orang, hanya memberikan fasilitas pada 183 hak pilih. Hal itulah yang dimaksud dengan kekakuan regulasi sehingga banyak warga kehilangan hak pilih.
Sementara itu dibanding pemilih di tahanan kepolisian terutama di tingkat Polda menurut Hairansyah mereka mendapatkan hak pilih dengan baik, namun mekanismenya didatangi petugas KPPS pada satu jam terakhir sebelum penutupan TPS. Hal ini pun membuat tak banyak warga binaan bisa memanfaatkan hak suara merekaz
Hal yang sama juga terjadi di sejumlah rumah sakit dan rumah sakit jiwa saat pemilu berlangsung. Komnas HAM menilai terjadi masalah serius terkait koordinasi antara KPUD kabupaten/kota dengan dinas kesehatan serta manajemen rumah sakit sehingga tidak ada pendataan pemilih di rumah sakit yang berdampak pada hilangnya hak pilih.
"Jika pun terdapat fasilitas untuk pemilih dalam implementasinya tidak maksimal terutama di Sumut, Jabar, Jateng, Kaltim, Jateng dan Jatim," lanjutnya.
Oleh karena, itu Komnas HAM mendorong KPU untuk meningkatkan jaminan pemenuhan hak pilih bagi tahanan dan warga binaan yang ditempatkan di rutan atau lapas sehingga tidak ada perlakukan di berbagai wilayah yang menyebabkan hilangnya hak konstitusional mereka pada pemilu mendatang apalagi mengingat waktunya bersamaan antara Pilpres dengan pileg.
Selain itu, Komnas HAM juga meminta KPU RI untuk bekerjasama dengan Kemenkum HAM demi koordinasi yang lebih dalam penyelengaraan pemilu di dalam lapas. KPU juga diminta untuk secara struktural dan fungsional berkoordinasi dengan kementerian kesehatan dan Pemda dalam rangka menjamin pemilih di RSUD dan RSJ .
Di luar itu, Komnas HAM juga menemukan masalah klasik seperti belum terpenuhinya perekaman seluruh pemilih yang sudah berusia 17 tahun dan/atau sudah menikah pada hari pencoblosan. Namun pihaknya mengapresiasi langkah cepat KPU yang telah mengeluarkan beberapa kebijakan untuk meminimalisir masalah ini.
KPU juga mengapresiasi fasilitas yang telah diberikan pada pemilih difabel yang telah didorong pula untuk ikut berpartisipasi sebagai petugas TPS.
"Kami berharap di masa depan pemilih disabilitas bahkan didorong tampil untuk pemenuhan hak untuk dipilih misalnya sebagai anggota legislatif," ujarnya.
(age)