Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Roy Suryo menegaskan sikap partainya mundur dari koalisi yang digalang Prabowo Subianto. Roy pun mengakui Demokrat mengalami trauma akibat kegagalan berkoalisi dengan Prabowo di Pilpres 2019. Namun dia menegaskan hal itu tak menghalangi Demokrat untuk tetap menatap ke depan.
"Soal trauma pasti ada tapi tidak untuk berlama-lama. Kita biasa
move on," ujar Roy kepada wartawan, Jumat (10/8).
Pecah kongsi Demokrat dan Gerindra ditengarai lantaran isu Sandiaga Uno membayar PAN dan PKS sebanyak Rp500 miliar demi memuluskan dirinya menjadi cawapres Prabowo.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Isu itu diungkapkan salah satunya oleh Wakil Sekjen Demokrat, Andi Arief, di akun twitternya. Andi bahkan menyebut Prabowo sebagai Jenderal Kardus karena menerima Sandi sebagai cawapresnya.
Roy mengatakan pecah kongsi dengan Demokrat tak semata soal isu mahar Rp500 miliar.
Banyak hal. Yang jelas kami sudah menjalin komunikasi sebulan terakhir, yang baik dengan Gerindra khususnya dengan Prabowo Subianto, tetapi yang kami khusus satu kamar saja tiba-tiba ada informasi di seberang melakukan komunikasi dengan banyak kamar," tutur Roy.
"Itu, kan, tidak pas, tidak elok. Etika berpolitik yang diajarkan SBY itu mengajarkan kita
clear," kata Roy.
SBY sendiri, Roy mengklaim tidak menuntut apa-apa kepada Prabowo. Termasuk meminta Agus Harimurti menjadi cawapres Prabowo.
"Itu aspirasi (AHY) kader PD. Kalimat langsung Prabowo saya punya rekamannya, '
gimana peluangnya AHY? Why Not'. Yang katakan bukan Pak SBY atau AHY," ujar Roy.
Sikap politik Demokrat setelah mundur dari koalisi Gerindra, akan diputuskan hari ini dalam rapat Majelis Tinggi. Roy menegaskan bahwa partainya akan mendukung salah satu calon yang bertarung di Pilpres 2019 nanti.
"Pasti, pasti. Karena di dalam UU kita harus melakukan dukungan, meskipun ada pendapat hukum mengatakan bisa saja nanti KPU-nya berganti berubah tapi insyaallah kita akan berikan pilihan. Pasti, ke opsi manapun," kata Roy.
(wis/gil)