Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
Romahurmuziy bercerita soal lobi politik kepada presiden
Joko Widodo agar memilih
Ma'ruf Amin sebagai cawapresnya di
pilpres 2019 mendatang.
Hal itu disampaikan saat bersilturahmi bersama Ma'ruf di Kantor DPP PPP di Jakarta, Jumat (10/8).
Politisi yang akrab disapa Romi itu mengaku pernah menawarkan nama Ma'ruf kepada Jokowi pada 3 Desember 2017. Saat itu, ia menginginkan agar Rais Aam PBNU dapat masuk kandidat cawapres Jokowi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sejak saya ditanya oleh Presiden Jokowi siapa yang akan diusung oleh PPP, jujur saya menyebut Ma'ruf Amin diurutan pertama sejak 9 bulan lalu," ungkapnya.
Selang sebulan berikutnya, Romi mengaku sengaja mengunjungi kediaman Ma'ruf untuk bersilaturahmi. Saat itu, Romi menyampaikan laporan bahwa dirinya telah menyodorkan nama Ma'ruf sebagai bakal cawapres Jokowi dari PPP.
Saat pertemuan itu, ia mengaku bersalah dan ditegur oleh Ma'ruf karena tidak berkomunikasi terlebih dahulu sebelum menyodorkan nama Ketua MUI itu ke Jokowi.
Saat itu, Maruf menegurnya dan menyatakan tak bersedia karena alasan umur yang sudah menua dan tak muda lagi.
"Enggak usah dicalon-calonkan saya itu, wong saya sudah tak berminat dan sudah berumur," kata Romi sambil menirukan ucapan Ma'ruf.
Melihat tanggapan itu, Romi lantas menjawab dengan enteng. Ia lantas membandingkan usia Ma'ruf yang lebih muda 1 tahun ketimbang usia Wakil Presiden Jusuf Kalla.
JK lahir pada 14 Mei 1942 atau berusia 76 tahun saat ini. Sedangkan Maruf lahir pada 11 Maret 1943 atau berusia 75 tahun saat ini.
"Lalu saya tegaskan, Pak Kiai juga usiannya lebih muda 1 tahun dibanding Pak JK. Kalau soal tampilan kan sudah yang usianya 40 sudah boros mukanya kiai," ujarnya
 Ketua Umum PPP Romahurmuziy. (CNN Indonesia/Bisma Septalisma) |
Selain itu, Romi juga meyakinkan kembali bahwa Ma'ruf merupakan salah satu tokoh yang menjadi titik temu dari seluruh perbedaan yang dialami oleh parpol pengusung Jokowi untuk memilih cawapresnya.
Menurut Romi hanya sosok Ma'ruf yang bisa meredam isu ujaran kebencian dan isu SARA yang kerap kali timbul ketika kontestasi politik berlangsung.
Menururnya, status Maruf sebagai kiai senior dan negarawan memiliki modal politik yang kuat untuk menghadapi sentimen berbasis SARA oleh pihak yang tak bertanggung jawab.
"Saya yakin kalau kiai dipilih, jadi orang sulit untuk kemudian melakukan finalisasi ujaran kebencian lagi," katanya.
Beberapa hari setelah pertemuan itu, Romi lantas bertemu kembali dengan Jokowi untuk menyusun profil tokoh-tokoh yang cocok untuk dijadikan cawapresnya.
Pada peretemuan itu pun Romi mengaku tetap mengusulkan Ma'ruf sebagai cawapres Jokowi. Ia melihat ada dua faktor lain yang membuat Ma'ruf lantas dipilih Jokowi.
Pertama, kata Romi, Ma'ruf memiliki modal sebagai kader organisasi Islam terbesar di Indonesia yaitu Nahdhatul Ulama sekaligus menjadi Rais Aam PBNU.
Modal ini, kata dia, bisa digunakan untuk mengerahkan kader-kader NU yang tersebar di seluruh Indonesia.
"Tentu karena kiai adalah pemimpin tertinggi NU insyaallah NU kompak [mendukung]," kata dia.
Faktor kedua, kata Romi, status Maruf yang menjadi Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menaungi 37 ormas Islam yang ada di Indoneisa.
Oleh karena itu, ia mengatakan kekuatan MUI menjadi potensi besar untuk merapatkan seluruh ormas Islam agar memilih Jokowi.
"Beberapa waktu lalu Mas Lukman Hakim mengingatkan, kalau kiai yang dipilih Pak Jokowi insyallah ormas-ormas Islam merapat. Siap, saya bilang," kata Romi.
Tak hanya itu, status ketua MUI dapat menjadi 'senjata' untuk membendung kekuatan kelompok Persaudaraan Alumni 212 yang kerap berbeda pandangan dengan Jokowi.
Ia mengatakan cikal bakal hadirnya kelompok 212 itu berawal dari terbentuknya Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF MUI) pada 2016 lalu jelang perhelatan pilkada DKI Jakarta.
Saat itu MUI mengeluarkan fatwa terkait
pidato mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di hadapan masyarakat Pulau Pari, Kepulauan Seribu pada akhir 2016. Kala itu, Ahok menyitir Al-Maidah Ayat 51.
MUI menilai pernyataan Ahok dikategorikan sebagai bentuk penghinaan terhadap Al-Quran dan menghina ulama.
 Rizieq Shihab berorasi saat Aksi Bela Islam yang dimotori GNPF MUI pada 4 November 2016. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Fatwa MUI ini memudian melahirkan Kelompok GNPF yang kemudian menggerakan unjuk rasa mendorong agar Ahok diadili hingga masuk penjara pada 2017 lalu.
"Lah, kalo fatwanya saja dikawal apalagi muftinya, apa itu mufti? Mufti itu yang membuat fatwa. Kalau fatwanya dikawal tapi pembuat fatwa enggak dikawal ini ada persoalan dengan pengawalannya," kata Romi.
Selang waktu berjalan, Romi dan Jokowi turut menghadiri sebuah agenda bersama di Cirebon, Jawa Barat, pada 11 April 2018.
Pada momentum itu Romi kembali menanyakan apakah Jokowi pernah membahas soal cawapres bersama Ma'ruf karena seringkali bertemu dan bersama-sama pada tiap kesempatan di Istana Negara.
"Saya tanya ke Pak Jokowi, katanya bapak sudah sering bertemu kiai Maruf tapi enggak pernah membahas cawapres, ya?" kata Romi.
"Oh gitu? Kalau gitu nanti saya tanya," kata Romi meniru ucapan Jokowi.
Selang beberapa waktu, Romi mengatakan, Jokowi telah memanggil Ma'ruf ke Istana untuk membahas kandidat cawapres bersama-sama untuk pertama kalinya.
Meski begitu, Romi enggan untuk menyebut tanggal berapa tepatnya pertemuan itu dilakukan.
"Nah, habis itulah Pak Jokowi pertama kali menanyakan dan berdiskusi intens dengan kiai Ma'ruf soal cawapres," kata Romi.
Meski demikian, Romi mengatakan Jokowi belum memberikan sinyal bahwa sosok Ma'ruflah yang dipilih menjadi cawapres hingga deklarasi dilakukan pada Kamis (9/8).
Sebab, pelbagai spekulasi masih menyelimuti hari-hari menjelang pengumuman Jokowi soal siapa yang mendampinginya dalam pilpres 2019.
Awalnya, nama Mahfud MD, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi dan kader PKB, menyeruak dalam perbincangan di media sosial.
"Tentu enggak terbersit sekalipun bahwa kiai Ma'ruf yang bakal jadi cawapresnya," katanya.
[Gambas:Video CNN] (pmg)