Jakarta, CNN Indonesia -- Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (
BNPB) Sutopo Purwo Nugroho memastikan tanpa status Bencana Nasional pun pemerintah pusat tak lepas tangan penanggulangan
pascagempa Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Soal penetapan bencana nasional, kata Sutopo, Berdasarkan Undang-undang nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, penetapan status bencana nasional adalah kewenangan Presiden setelah menerima masukan dari Kepala BNPB.
"Soal bencana nasional kita tunggu
statement presiden," ujarnya melalui pesan singkat, Selasa (14/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) sejak kemarin tengah melakukan kunjungan kerja di Lombok untuk meninjau langsung penanggulangan bencana dan bertemu para pengungsi.
Dalam kunker tersebut, Jokowi didampingi Gubernur NTB TGB Zainul Majdi, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, dan Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian. Mereka mengunjungi pengungsi korban gempa di Kabupaten Lombok Utara.
Meski belum ada status bencana nasional saat ini, Sutopo menyebut penanganan darurat bencana gempa Lombok sesungguhnya sudah berskala nasional alias melibatkan pemerintah pusat.
Meski bukan tingkatan dan status bencana nasional, Sutopo mengklaim pemerintah pusat pasti akan membantu pemerintah daerah (pemda), baik anggaran, pengerahan personil, logistik, peralatan, dan manajerial. Bahkan penanganan hingga pascabencana nanti.
"Hampir lebih dari 95 persen bantuan pendanaan dari pusat, tapi Pemda tetap ditegakkan," kata Sutopo.
Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Gubernur NTB TGB Zainul Majdi (kedua kanan) meninjau kondisi rumah sakit lapangan di Tanjung, Lombok Utara, NTB, 13 Agustus 2018. (ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi) |
Selalu Ada Seruan Bencana NasionalDiakui Sutopo, setiap kali terjadi bencana alam yang luar biasa selalu ada seruan penetapan bencana nasional untuk penanggulangannya.
Sutopo menerangkan sejak tahun 2000 baru sekali status bencana nasional ditetapkan yakni saat terjadi gempa dan tsunami di Aceh pada 2004 silam. Penetapan itu sendiri, sambungnya, karena pemerintah daerah pun tak bisa berfungsi akibat kehancuran luar biasa di akhir tahun 2004 tersebut.
"Saat itu, Pemda Aceh benar-benar lumpuh total. Kerusakan sangat masif dan luar biasa. Korban mencapai lebih dari 200 ribu jiwa tewas dan kerugian Rp49 triliun," kata Sutopo.
Selanjutnya, pada gempa berkekuatan 7,6 SR yang mengguncang Sumatera Barat pada 30 September 2009 silam yang menyebabkan 1.117 orang tewas, 4.019 orang luka, 279.432 rumah rusak tak ditetapkan status bencana nasional. Kala itu status yang ditetapkan bencana provinsi karena pemerintah daerah masih tegak, namun skala penanganannya tetap nasional.
Dilansir dari akun
Twitter Sutopo pada Senin (13/8), dia berpendapat saat ini ada kecenderungan setiap bencana diusulkan menjadi bencana nasional. Misalnya, bencana erupsi Gunung Sinabung (2012), Gunung Merapi (2010), Gunung Kelud (2014), kebakaran hutan (2015), banjir Jakarta (2013), banjir Manado (2014) dan sebagainya.
"Kapan kita akan tangguh menghadapi bencana jika semua diserahkan ke pusat? Saya tidak ada statement gempa Lombok keberatan dijadikan bencana nasional," kicaunya.
Sementara itu, terkait gempa Lombok, berdasarkan data BNPB per Senin (13/8) jumlah korban jiwa mencapai 437 orang, di mana yang terbanyak ada di Kabupaten Lombok Utara yakni 374 orang.
Sementara, jumlah pengungsi gempa Lombok hingga saat ini sebanyak 352.793 jiwa. Kemudian, total rumah rusak 52.812 unit, sarana pendidikan terdampak 458 unit dan fasum serta tempat ibadah sebanyak 197 unit.
(kid)