Jakarta, CNN Indonesia -- Kepolisian Republik Indonesia (Polri) saat ini tengah menyusun kurikulum pembelajaran untuk seluruh sekolah mengemudi yang berdiri resmi di Indonesia. Hal itu disebut bukan untuk mempersulit warga memperoleh SUrat Izin Mengemudi (SIM).
Kasubdit Pengawalan dan Patroli Jalan Raya Kombes Pol Bambang Sentot Widodo mengatakan sekolah mengemudi haruslah diakreditasi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebelum bisa menerbitkan sertifikat lulus pendidikan dan pelatihan mengemudi.
"Sekolah mengemudi itu kalau mau dijadikan formal, harus memiliki kurikulum. Nah, kita sudah buat kurikulum itu dan Insyaallah tahun ini selesai, kita akan sampaikan kepada Kemendikbud untuk menjadi bagian dari prasyarat sekolah mengemudi," kata Bambang usai beraudiensi dengan Koalisi Pejalan Kaki (KoPK) di Jakarta, Selasa (14/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam standar kurikulum tersebut tercantum ilmu teori dan praktik berkendara, serta penyuluhan ketertiban lalu lintas.
Penyuluhan itu, kata Bambang, penting lantaran 80 persen pelanggar lalin minim kesadaran untuk tertib. Misalnya, berkendara di atas trotoar, berhenti di zebra cross, hingga mengabaikan lampu merah.
Padahal, pengendara tahu bahwa tindakannya itu melanggar hukum.
 Petugas memeriksa kelengkapan surat-surat pengguna kendaraan bermotor. ( CNN Indonesia/Safir Makki) |
"Karena mereka cenderung tidak sabaran, emosional, bukan berarti mereka tidak tahu. Tetapi karena buru-buru akhirnya mereka naik trotoar," kata Bambang.
Nantinya, Bambang menyebut warga yang ingin mengajukan pembuatan surat izin mengemudi (SIM) haruslah mengantongi sertifikat kemampuan berkendara dari sekolah mengemudi tersebut.
Ketentuan itu sesungguhnya sudah tertuang dalam Peraturan Kapolri nomor 9 tahun 2012 tentang SIM. Namun, implementasinya belum berjalan optimal.
Menurut Bambang, warga yang mengikuti ujian SIM saat ini rata-rata belajar menyetir secara otodidak dengan sanak saudara atau teman. Padahal, si 'pelatih' itu belum tentu pula memiliki kompetensi berkendara yang mumpuni.
Kendati demikian, Bambang menampik jika kewajiban kepemilikan sertifikat itu akan mempersulit syarat pengajuan SIM.
"[Justru] akan dipermudah karena yang mengambil SIM harus belajar melalui teori dan praktik, secara formal," kata Bambang.
 Warga mengantre foto saat mengurus SIM di Satpas Colombo Polrestabes Surabaya, Jawa Timur, Kamis (7/6). ( ANTARA FOTO/Didik Suhartono) |
KoPK dan Direktur Eksekutif Komisi Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) Ahmad Safrudin mendukung upaya penyusunan kurikulum tersebut. Menurut Ahmad, kegiatan pembuatan SIM kolektif tanpa tes teori dan praktik juga harus segera dihapus.
"Setiap orang yang lulus dari sekolah mengemudi, kalau sudah dapat sertifikat, dia baru bisa urus SIM. Harus ada ujiannya supaya aman," kata Ahmad.
(arh/sur)