Jakarta, CNN Indonesia -- Sektretaris Jenderal Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
Arsul Sani menjelaskan alasan dipilihnya sejumlah menteri dan beberapa pejabat lainnya untuk mengisi komposisi dewan pengarah dalam struktur Tim Kampanye Nasional
Joko Widodo-Ma'ruf Amin.
Arsul mengatakan para menteri dan sejumlah pejabat masuk struktur agar bisa memberikan pengarahan kepada para anggota tim kampanye yang nantinya bersinggungan langsung dengan masyarakat.
Dengan demikian visi dan misi Jokowi ke depannya dapat tersampaikan dan diterima dengan jelas oleh masyarakat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Para menteri masuk hanya di Dewan Pengarah, maksudnya memberikan masukan kepada kita, seyogyanya karena Pak Jokowi capres petahana, harus dikuatkan, harus ditetapkan dalam visi misi serta program," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (21/8).
Nantinya, kata Arsul, sejumlah menteri dan pejabat yang menduduki Dewan Pengarah tidak ikut terjun langsung ke masyarakat.
Arsul mengatakan sebagai petahana maka segala pencapaian yang telah dilakukan pemerintah saat ini perlu disampaikan ke masyarakat dengan data-data yang akurat.
Oleh karena itu agar anggota tim pemenangan Jokowi-Ma'ruf tidak salah menyampaikan data-data yang sebenanrnya, maka perlu pengarahan dari para menteri yang saat ini mengisi pemerintahan.
"Kalau disorot masalah ekonomi dan sosial maka yang paling bagus sebagai petahana kita mendapatkan data-data baik kuantitatif dan kualitatif. Akan lebih mudah kalau menteri atau pejabat yang bersangkutan menjadi tim pengarah," kata dia.
Arsul menilai tidak menjadi masalah jika sejumlah menteri dan pejabat publik menjadi tim sukses pasangan calon presiden-wakil presiden. Bahkan, di Amerika Serikat pun terjadi hal serupa.
"Para menteri di AS pun memberikan masukan ketika yang maju adalah petahana. Itu hal yang biasa. Mereka bahkan turut menjawab, misalnya serangan dari lawan karena itu mencakup capaian kinerja mereka," kata Arsul.
Menurut Arsul, para menteri juga tidak harus mundur dari jabatannya jika ikut dalam tim pemenangan. Ini sebagaimana aturan yang berlaku dan jika dibandingkan dengan negara lain, setiap negara memiliki aturan yang berbeda-beda.
Petahana Joko Widodo bersama Ma'ruf Amin resmi mendaftarkan diri sebagai bakal calon presiden dan wakil presiden di Kantor KPU, Jakarta. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Namun secara etika, hal itu bisa diantisipasi selama fasilitas negara tidak digunakan untuk kampanye pasangan capres-cawapres.
"Itu tergantung negara saja. Yang mundur itu kalau kemudian dia dalam melaksanakan, katakanlah kampanye langsung dia menggunakan fasilitas negara dan lain sebagainya. Sepanjang tidak ada pelanggaran aturan kenapa dia harus mundur," kata dia.
Sebelumnya partai koalisi pendukung Jokowi-Ma'ruf telah menyerahkan daftar nama dan struktur Tim Kampanye Nasional. Di dalamnya terdapat sejumlah nama dengan latar belakang pejabat publik dan juga menteri.
Di antaranya adalah Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Sekretaris Kabinet Pramono Anung Wibowo, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Terkait dengan Sri Mulyani sendiri, Kementerian Keuangan menyatakan Presiden Jokowi telah meminta Sri Mulyani fokus pada pekerjaannya. Dengan demikian Sri batal masuk ke dalam struktur Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf.
Larang Kebijakan yang Untungkan CapresKomisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) melarang menteri yang menjadi anggota tim kampanye capres-cawapres mengeluarkan kebijakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
Komisioner KPU Hasyim Asy'ari mengatakan hal itu diatur dalam Undang-Undang No 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
"Membuat kebijakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon pemilu. Itu ditegaskan dalam UU," kata Hasyim.
Hasyim mengatakan hal yang patut dicurigai adalah ketika pos anggaran bantuan sosial melonjak di tahun pemilu. Apalagi, menurutnya jika dana tersebut melonjak hingga 2-3 kali lipat dari tahun anggaran sebelumnya.
"Itu kan patut diduga, apakah itu kebijakan nanti ada potensial program untuk memenangkan calon," ucap Hasyim.
Berbeda halnya perihal anggaran atau program selain bantuan sosial. Menurut Hasyim, anggaran itu sudah lebih terukur mengenai alokasi dan sasarannya.
Demi menghindari penyalahgunaan wewenang oleh menteri, lanjut Hasyim, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) akan mengawasi. Dia berharap masyarakat turut pula memantau jika ada program menteri yang cenderung menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan capres-cawapres.
"Kira-kira ada potensial, laporkan ke Bawaslu untuk menjaga para pejabat yang aktif tidak menyalahgunakan kekuasaan tersebut," kata Hasyim.
"Sanksinya bisa dikenakan pidana. Kemudian yang bersangkutan bisa diberhentikan dari jabatannya," lanjut Hasyim.
(pmg/gil)