Jakarta, CNN Indonesia -- Pengadilan Negeri Medan menilai
Meiliana terbukti melakukan penodaan agama dan menjatuhkan pidana penjara 1,5 tahun.
Meiliana dianggap bersalah melakukan
penodaan agama karena keluhannya soal volume azan di daerah tempat tinggalnya di Jalan Karya Lingkungan I, Kelurahan Tanjungbalai Kota I, Kecamatan Tanjungbalai Selatan, Tanjungbalai, Sumatera Utara.
Dikutip dari dakwaan pada situs resmi Pengadilan Negeri Medan, Kamis (23/8), keluhan ini bermula pada akhir Juli 2016 ketika Meiliana membeli rokok di kios milik Kasini. Saat itu ia mengeluhkan soal suara azan di dekat rumahnya yang dianggap terlalu keras.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kasini hanya merespons akan menyampaikan keluhan Meiliana tersebut. Esok harinya, Kasini memberi tahu keluhan itu kepada ayahnya, Kasidik dan adiknya, Hermayanti.
"Heri, orang China muka itu minta kecilkan volume mesjid," kata Kasini.
Keesokan harinya, Kasidik mendatangi rumah anaknya dan menanyakan perihal keluhan Meiliana. Di situ, Kasidik mengatakan akan memberi tahu pihak BKM Masjid Al Makhsum.
Kasidik kemudian menemui Ketua BKM Masjid Al Makhsum Sayuti pada 29 Juli 2016. Kepada Sayuti, dia meneruskan keluhan Meiliana yang ia dapat dari anaknya, Kasini.
"Pak Sayuti, China depan rumah kami itu, gimana ya minta kecilkan suara volume mesjid kita itu," ujar Kasidik.
Sayuti megatakan akan membicarakan masalah ini di masjid.
Selepas salat magrib, Kasidik bertemu dengan Zul Sambas, Haris Tua Marpaung, dan Dailami. Kasidik kembali memberi tahu perihal keluhan Meiliana kepada ketiganya. Mendengar itu, mereka kemudian beranjak ke rumah Meiliana sekitar pukul 19.00 WIB.
Di sana mereka bertemu dengan empunya rumah. Kepada Meiliana mereka menanyakan kebenaran keluhan itu. Meiliana mengakui mengeluhkan suara azan itu. Kedua pihak kemudian terlibat sedikit perdebatan.
"Ya lah, kecilkanlah suara mesjid itu ya, bising telinga saya, pekak mendengar itu," kata Meiliana.
"Jangan gitulah, kalau kecil suara volumenya nggak dengar," ujar Haris.
"Punya perasaanlah kalian sikit," jawab Meiliana.
"Kakak jangan lah gitu bercakap, haruslah sopan sikit," kata Haris lagi.
Selesai debat, Kasidik, Zul, Haris, dan Dailami kembali ke masjid untuk salat isya.
Tak berselang lama, suami Meiliana, Lian Tui bergegas ke masjid dan menemui Kasidik cs. Lian meminta maaf atas tindakan istrinya.
Namun tampaknya permintaan maaf itu tak cukup meredakan 'panasnya' situasi malam itu. Sebab keluhan Meiliana sudah terlanjur menyebar dan membuat marah warga.
Kemudian pada pukul 21.00 WIB, Sayuti bersama kepala lingkungan datang ke rumah Meiliana dan membawanya ke kantor lurah. Hingga pukul 23.00 WIB, warga yang datang semakin ramai. Mereka berteriak-teriak.
"Bakar, bakar."
"Allahu Akbar, Allahu Akbar."
Situasi malam itu makin tak terkendali. Dua warga bernama Alrivai Zuherisa dan Budi Ariyanto bersama warga lainnya merusak rumah Meiliani. Mereka bahkan turut merusak Vihara Tri Ratna yang ada di Tanjungbalai.
Kondisi Vihara Tri Ratna yang rusak pasca kerusuhan yang terjadi di Tanjung Balai, Sabtu 30 Juni 2016. (ANTARA FOTO/Anton). |
Proses HukumKeluhan Meiliana kemudian berujung pada proses hukum. Pada 2 Desember 2016, Haris Tua Marpaung resmi melaporkan perempuan 44 tahun itu ke polisi. Meiliana dilaporkan atas dugaan penistaan atau penodaan agama.
Selanjutnya pada 14 Desember 2016, ALiansi Mahasiswa dan Masyarakat Independen Bersatu (AMMIB) mengirim surat permintaan kepada Ketua MUI Kota Tanjungbalai agar pihaknya melakukan audiensi dan mengeluarkan fatwa perihal dugaan penistaan agama oleh Meiliana ini.
MUI Tanjungbalai langsung merespons dan meneruskannya ke MUI Provinsi Sumatera Utara untuk memohon fatwa. MUI Sumut kemudian melakukan rapat terhitung dari 7 Januari sampai 24 Januari 2017. Mereka menghasilkan fatwa terkait masalah ini.
Ada tiga rekomendasi dari MUI Sumut dalam fatwa mereka. Salah satunya meminta polisi segera menindaklanjuti proses hukum Meiliana sesuai peraturan dan perundang-udangan yang berlaku.
Polisi kemudian melakukan penyidikan kasus ini dan menetapkan Meiliana sebagai tersangka. Polisi selanjutnya melimpahkan berkas perkara Meiliana ke penuntutan. Jaksa kemudian melimpahkannya ke pengadilan pada 30 Mei 2018.
Meiliana kemudian menjalani sidang perdana pada 26 Juni 2018. Jaksa mendakwa Meiliana dengan Pasal 156 a KUHP subsider Pasal 156 KUHP.
Pada 21 Agustus 2018, Majelis Hakim kemudian menjatuhkan vonis bersalah dan hukuman pidana 1,5 tahun penjara kepada Meiliana.
(osc/gil)