Setara Institute: Vonis Meiliana Tunduk Pada Tekanan Massa

SAH | CNN Indonesia
Kamis, 23 Agu 2018 15:22 WIB
Setara Institute menilai vonis kasus Meilana menunjukkan pengadilan tunduk pada tekanan massa dalam memberikan putusan.
Bonar Tigor Naipospos dari Setara Institute (tengah), di Jakarta, 2015. (Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua SETARA Institute Bonar Tigor Naipospos menilai kasus Meiliana yang divonis bersalah akibat protes volume pengeras suara masjid menunjukan pengadilan tunduk pada tekanan massa dalam memberikan putusan.

"Menunjukan bahwa pengadilan kita untuk kasus yang berkaitan dengan penodaan atas nama agama tunduk pada tekanan massa," terang Bonar kepada CNNIndonesia com, Kamis (23/8).

Menurutnya, Meiliana adalah korban dalam kasus itu. Sebab, ia dijatuhi hukuman tiga kali. Pertama, rumahnya dirusak oleh warga; kedua, mendapat tekanan dari warga; ketiga, dia harus mendekam di bui selama 18 bulan karena divonis menistakan agama.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dia mengalami reviktimisasi, karena dia sudah mengalami kerugian karena rumahnya sudah dihancurkan, mengalami tekanan, kemudian dia tidak mendapat keadilan di pengadilan," ujar dia.

Tekanan massa, kata dia, jauh lebih signifikan dibandingkan keadilan dalam kasus Meiliana. Padahal, menurut Bonar, saksi ahli dalam persidangan Meiliana sudah menyebutkan kedudukan azan dalam persepktif islam.

Lebih lanjut, Bonar menilai, komplain yang dilakukan Meiliana saat itu merupakan hal biasa. Meiliana hanya meminta suara azan dikecilkan karena merasa terganggu.

Ilustrasi menara masjid.Ilustrasi menara masjid. (REUTERS/ Dinuka Liyanawatte)
"Satu hal yang wajar sebetulnya masalah itu bisa didialogkan, tindakan bu Meiliana itu sebagai komplain biasa," terang Bonar.

Dia juga menyatakan tidak ada dalil yang jelas menyebutkan bahwa komplain Meiliana merupakan bagian dari penodaan agama.

Selain itu, Bonar menyebut pasal penistaan agama yang dikenakan oleh Pengadilan merupakan akar dari masalah yang tengah mendera Meiliana saat ini.

"[Pasal] ini adalah sumber dari segala sumber penyebab dari pelanggaran kebebasan beragama di Indonesia," ujarnya.

Kasus Meiliana, kata Bonar, juga menunjukan masih rendahnya toleransi beragama di Indonesia. Toleransi masih menjadi tantangan bagi masyarakat Indonesia.

"Pasca reformasi intoleransi ini masih menjadi tantangan buat kita semua, karena masih ada egoisme agama. Tidak menerima kalau ada yang berbeda pendapat, ini yang jadi persoalan," ujarnya.

Sebelumnya, Meiliana divonis 18 bulan penjara karena terbukti melakuan penodaan agama karena mempermasalahkan volume suara azan di masjid Al-Makhsum yang ada di sekitar tempat tinggalnya.

(arh/gil)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER