Jakarta, CNN Indonesia -- Mahkamah Agung (MA) mengambil langkah tegas terhadap hakim ad hoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Merry Purba dan panitera pengganti PN Medan, Helpandi, yang telah ditetapkan sebagai tersangka suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
MA langsung memberhentikan sementara Merry dan Helpandi. Mereka berdua diduga menerima suap sebesar Sin$280 ribu dari Direktur PT Erni Putra Terari, Tamin Sukardi selaku terdakwa korupsi.
"Untuk hakim ad hoc MP (Merry Purba) kami berhentikan sementara dulu dan panitera pengganti H (Helpandi) kami lakukan pemberhentian sementara," kata Wakil Ketua MA Nonyudisial, Sunarto di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (29/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sunarto mengatakan selama bebas tugas sementara, baik Merry Purba maupun Helpandi tak akan menerima tunjangan jabatan melainkan hanya gaji pokok. Ia mengatakan setelah Merry dan Helpandi terbukti bersalah dan perkaranya berkekuatan hukum tetap, baru MA akan memecatnya.
"Sampai putusan yang berkekuatan hukum tetap, langsung diberhentinkan tetap," ujarnya.
Sementara itu, juru bicara MA Suhadi menyatakan pihaknya belum akan memberikan sanksi kepada Ketua PN Medan Marsuddin Nainggolan, Wakil Ketua PN Medan Wahyu Prasetyo Wibowo, hakim PN Medan Sontan Merauke Sinaga, dan panitera pengganti PN Medan Oloan Sirait.
Menurut Suhadi ketiga hakim dan seorang panitera pengganti PN Medan itu sampai saat ini masih berstatus saksi dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara. Suhadi menyebut pihaknya tetap menunggu proses hukum yang tengah berjalan di KPK.
"Kami junjung praduga tidak bersalah. Kalau tidak bersalah rehabilitasi, tapi kalau bersalah akan diberlakukan lingkup peraturan negara," kata Suhadi.
Meskipun demikian, Suhadi mengatakan bahwa pihaknya tetap melakukan pemeriksaan kode etik kepada tiga hakim dan panitera pengganti PN Medan itu. Menurutnya, bila terbukti melanggar pihaknya bakal memberikan sanksi sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Dalam kasus ini, Merry diduga menerima suap sebesar Sin$280 ribu dari Tamin selaku terdakwa korupsi penjualan tanah yang masih berstatus aset negara. Uang tersebut diberikan kepada Merry diduga untuk mempengaruhi putusan majelis hakim pada perkara yang menjerat Tamin.
Merry adalah salah satu anggota majelis hakim yang menangani perkara Tasmin. Sementara Ketua Majelis Hakim perkara Tasmin adalah Wakil Ketua PN Medan Wahyu Prasetyo Wibowo. Dalam putusan yang dibacakan pada 27 Agustus 2018, Merry menyatakan
dissenting opinion.Tamin divonis 6 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti Rp132 miliar. Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni 10 tahun pidana penjara dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti Rp132 miliar.
(wis/kid)