Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Umum
Partai Golkar Airlangga Hartarto menyangkal memerintahkan salah satu kadernya, Eni Maulani Saragih, mengawal proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau-1. Dia juga berkilah tidak ada aliran duit suap dalam Musyawarah Nasional Partai Golkar beberapa waktu lalu.
"Tidak ada perintah semacam itu, tidak ada," ujar Airlangga di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (30/8).
Airlangga juga membantah sebagian uang suap diterima Eni dari rekanan proyek tersebut, yakni Johanes Budisutrisno Kotjo, digunakan untuk membiayai penyelenggaraan Munas Luar Biasa Golkar pada 2017.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Airlangga yang kini menjabat sebagai Menteri Perindustrian mengklaim pembiayaan Munaslub Golkar diurus oleh Ketua Organizing Committe (OC) dan ketua panitia penyelenggara Munaslub Golkar.
"Munaslub dari hasil Ketua OC maupun ketua panitia penyelenggara, itu
clear," ujarnya.
Tak hanya itu, Airlangga juga menjelaskan suap yang diterima oleh Eni dilakukan sebelum dia menjabat sebagai Ketua Umum Partai Golkar.
Klaim Airlangga tidak sejalan dengan penyelidikan KPK. Mereka menyatakan Eni menerima suap pada pertengahan November 2017 hingga Juni 2018.
Di sisi lain, Airlangga mempersilakan KPK untuk memproses tudingan tersebut. Dia menyatakan perbuatan pidana yang dilakukan Eni kader Golkar merupakan urusan pribadi dan tidak terkait dengan partai.
Eni memang menyatakan diperintah Ketua Umum Golkar untuk mengawal proyek pembangunan PLTU Riau-1.
"Karena saya petugas partai, saya petugas partai, kalau ada (perintah) pasti kan saya ada ketua umum," ujar Eni di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (29/8) kemarin.
Dalam proyek itu, Eni bersama dengan mantan Sekjen Golkar Idrus Marham diduga menerima suap dari Johannes Kotjo yang merupakan pemegang saham Blackgold Natural Resource Limited, sebesar Rp6,25 miliar. Pemberian suap dilakukan secara bertahap oleh Kotjo.
PLTU Riau-1 merupakan proyek pemerintah yang menelan anggaran sebesar US$900 juta.
(ayp)