Sumedang, CNN Indonesia -- Jumat (31/8), pohon-pohon besar tak berdaun di bekas Desa Cipaku,
Sumedang, berdiri kokoh; bergeming. Jalanan aspal yang tampak masih bagus dihiasi oleh tanah basah yang mengering.
Beberapa sekolah dan rumah warga masih berdiri beberapa bagiannya; tanpa penghuni. Di dalam rumah-rumah itu, barang-barang rumah tangga, seperti piring, sepatu, hingga kemasan makanan cepat saji tergeletak di beberapa tempat.
Hal ini memperlihatkan bahwa di daerah ini sebelumnya pernah ada kehidupan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ya, itulah sebagian pemandangan sebuah desa yang mesti ditinggalkan karena ditenggelamkan demi menjadi bagian Waduk Jatigede.
Pada saat musim hujan atau saat debit air melimpah, air meluap menutupi semua bagian waduk seluas sekitar 5.000 hektare itu. Eks Desa Cipaku dan segenap bangunannya ikut terendam.
Namun, saat musim kemarau air menyusut. Alhasil, sejumlah bagian waduk muncul ke permukaan dan memperlihatkan kembali puing-puing bangunan bekas pedesaan yang sempat ditenggelamkan pada 2015 itu.
 Pohon di area Waduk Jatigede yang mengering. ( CNN Indonesia/Safir Makki) |
Pemandangan unik pun memicu kedatangan sejumlah wisatawan, pemburu foto amupun eks warga lokal, ke area waduk meski medan tempuhnya memang cukup sulit.
"Bagus saja, suka. Ini kan jadi mirip kota mati, kalau lagi airnya banyak ya biasa aja kaya danau aja gitu luas, luas banget, kita justru tak tertarik," kata Nurhayati (41), warga Sumedang.
Ia yang datang bersama suaminya dengan menaiki sepeda motor mengaku senang karena bisa berfoto secara gratis dengan latar pemandangan yang cukup langka.
"Gratis, foto-foto selfie juga bagus hasilnya. Kan itu banyak ranting yang tua sama bangunan roboh, jadi enggak kaya di Sumedang pokoknya," aku Nurhayati.
Eva (39), yang datang bersama keluarganya, bahkan berpiknik dengan memasang tenda di pinggir waduk yang masih tergenang air. Tak lupa, ia membawa alat pembakar ikan dan berbagai macam bekal.
"Botram [makan bersama-sama dari bekal masing-masing] saja, kan bisa mancing ikan di sini, dapat [ikan] langsung bakar, makanya kami bawa bekal banyak ini," kata dia, sembari menunjukan berbagai hidangan yang dia bawa.
Diakui Eva, hampir setiap tahun saat musim kemarau dirinya selalu mengagendakan waktu untuk mengunjungi Waduk Jatigede bersama keluarga. Sebab, Waduk ini memiliki pemandangan terbaiknya saat air menyusut.
 Bekas SDN Cipaku terlihat kembali saat Waduk Jatigede mengering, Jumat, 31 Agustus. ( CNN Indonesia/Safir Makki) |
"Kalau lagi banyak airnya jelek, biasa aja gitu kaya danau. Beda kalau lagi menyusut seperti ini, rasanya lagi liburan di luar aja, enak meskipun panas tapi pemandangannya bagus," kata dia.
Selain untuk menikmati hidup, Eva menyebut liburan ke waduk yang sedang mengering ini membuatnya bisa mengenang kehidupan beberapa rekannya yang dulu tinggal di Desa Cipaku itu.
"Ya pas masih desa juga kan saya sering main ke sini. Bedanya kalau dulu banyak orang sekarang koranya mati saja, tinggal batu sama bekas bangunan," kata dia.
Waduk Jatigede sendiri merupkan anakan Bendungan Jatigede yang telah diresmikan pada 2015. Waduk ini telah menelan empat kecamatan, yakni Kecamatan Jatigede (Desa Ciranggem, Desa Jemah, Desa Mekarasih, dan Desa Sukakersa), Kecamatan Jatinunggal (Desa Pawenang dan Desa Simasari), Kecamatan Wado (Desa Wado, Desa Cisurat dan Desa Padajaya).
Selain itu, ada Kecamatan Darmaraja yang terdiri dari Desa Cibogo, Desa Cipaku, Desa Jatibungur, Desa Karangpakuan, Desa Leuwihideung, Desa Pakualam, Desa Sukamenak, Desa Sukaratu, Desa Tarunajaya, dan Desa Cikeusi.
 Warga menjala ikan saat Waduk Jatigede mengering, Jumat (31/8). ( CNN Indonesia/Safir Makki) |
(arh/sur)